Rabu, 17 Desember 2014

Petani Protes Gula Rafinasi

Rabu, 17 Desember 2014

Produsen Diminta Tanda Tangani Pakta Integritas
 
JAKARTA, KOMPAS  — Sebanyak 400.000 ton gula kristal putih petani tebu di sejumlah daerah di Jawa dan Lampung belum terserap pasar. Hal itu karena gula rafinasi beredar di pasar umum. Petani berharap pemerintah mengawasi gula rafinasi agar tidak merembes ke pasar.
Harapan tersebut disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen setelah menyampaikan aspirasi petani tebu di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (16/12). Soemitro datang bersama 40 perwakilan APTRI dari Jawa dan Lampung.

”Gula yang belum terserap pasar itu bukan milik pedagang. Itu adalah gula petani yang belum terbeli. Pembeli tidak mau membeli karena takut kalau dibeli tidak bisa terserap ke pasar,” kata Soemitro.

Menurut Soemitro, saat ini, stok gula di pasar melimpah akibat beredarnya gula rafinasi. Hal itu menyebabkan harga lelang gula kristal putih (GKP) petani yang tertinggi Rp 8.600 per kilogram (kg) dan terendah Rp 7.700 per kg.

Harga lelang terakhir tersebut lebih rendah daripada harga pembelian pemerintah (HPP) yang sebesar Rp 8.500 per kg. Kondisi itu membuat petani tebu terpukul dan kesulitan mencari modal perawatan tanaman tebu.

”Kami ingin bertemu Menteri Perdagangan untuk membuat kesepakatan bersama. Kesepakatan itu terkait penundaan impor gula mentah dan pencabutan izin bagi distributor nakal yang menyebabkan gula merembes ke pasar,” ujarnya.

Wakil Sekretaris Jenderal DPN APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, APTRI berharap pemerintah membeli gula petani jika tidak terserap ke pasar dengan harga sesuai HPP.

Pakta integritas
APTRI juga menawarkan solusi agar gula petani yang belum laku dibeli sebagai bahan baku industri rafinasi dan makanan-minuman. Jika memang kualitasnya kurang baik, bisa diolah lagi.

”Dari sejumlah permintaan yang kami lontarkan, baru satu permintaan yang terjawab. Kemendag telah meminta industri rafinasi menandatangani pakta integritas agar gula rafinasi tidak merembes ke pasar. Jika pakta integritas itu dilanggar, izin mereka akan dicabut,” kata Nur Khabsyin.

Staf Khusus Kemendag Ardiansyah Parman mengemukakan, Kemendag tidak memungkiri jika terjadi rembesan gula rafinasi di pasar umum. Hal itu terjadi di tingkat distributor gula rafinasi yang memasok gula tersebut ke industri kecil menengah makanan-minuman.

Kemendag juga pernah memberikan sanksi kepada sejumlah industri rafinasi. Sanksi itu berupa pengurangan alokasi gula mentah selama dua tahun terakhir masing-masing 191.000 ton dan 100.000 ton.

”Akibat sanksi itu, mereka tidak mempunyai pasokan gula mentah selama dua bulan terakhir tahun ini,” ujarnya.

Menurut Adriansyah, untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemendag akan memperbaiki sistem pendistribusian gula rafinasi. Salah satunya adalah membuat komitmen bersama dengan pelaku industri rafinasi.

Kemendag meminta mereka memastikan dan menjamin agar gula rafinasi tidak merembes ke pasar umum. Jika hal itu masih terjadi, Kemendag akan memberikan sanksi yang lebih berat dibandingkan sanksi pemotongan kuota gula mentah.

”Ke depan, pada 2015, distributor gula rafinasi akan dihentikan. Distributor itu akan digantikan oleh koperasi,” ujarnya.

Adriansyah menambahkan, langkah tersebut merupakan wujud kerja sama Kemendag dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Kedua instansi tersebut akan mengontrol pendistribusian gula rafinasi.

”Selama ini ada 2.173 industri kecil dan menengah yang bergerak di bidang makanan-minuman. Kami berharap, mereka bisa bergabung dengan koperasi untuk mendapatkan gula rafinasi,” ujarnya. (HEN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141217kompas/#/19/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar