Sabtu, 12 Juli 2014

Digugat Petani Tebu ke PTUN, Ini Pembelaan Kemendag‏

Jumat, 11 Juli 2014

Jakarta, GATRAnews - Kebijakan Kementerian Perdagangan dalam penetapan Harga Patokan Petani (HPP) gula dan pemberian izin impor Gula Kristal Putih (GKP) sebanyak 328 ribu ton untuk Bulog menuai gugatan dari petani tebu. Kementerian Perdagangan menyatakan siap menghadapi gugatan petani tebu tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Tentunya itu hak seluruh hak warga negara. Jadi saya tidak menyetop dan tidak bisa meladeni kecuali dengan jalur formal di jalan tersebut," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kepada wartawan di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (11/7).

Mengenai kebijakan-kebijakan yang dipermasalahkan petani tebu ke PTUN ini, Lutfi menyampaikan pembelaan. Pemberian izin impor GKP untuk Bulog, katanya, merupakan keputusan Rapat Koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian pada Januari 2014.

Dirinya selaku Menteri Perdagangan hanya menjalankan keputusan tersebut. "Saya utarakan bahwa perintah Bulog mengimpor itu sesuai dengan Rakor di tingkat Menko pada Januari 2014, saya menjalankan hal tersebut," ujarnya.

Izin impor GKP untuk Bulog pun sudah habis masa berlakunya pada 15 Mei lalu dan tidak diperpanjang lagi meski realisasinya hanya 22 ribu ton, "Karena saya melihat bahwa banyak gula di pasaran, Kemendag memutuskan untuk menyetop proses tersebut. Tidak ada lagi impor baru dari Bulog. Tidak perlu ada lagi impor gula Bulog sepanjang 2014," Lutfi menegaskan.

Terkait penetapan HPP gula sebesar Rp 8.250/kg, dia menjelaskan bahwa penetapan itu merupakan hasil koordinasi antara Menteri Perdagangan dan Ketua Dewan Gula Indonesia yang juga Menteri Pertanian. Perhitungan besaran HPP didasari oleh perkiraan Kementan bahwa rendemen tahun ini sebesar 8,07 persen. Dengan rendemen sebesar itu, maka biaya produksi gula kurang lebih Rp 7.960/kg. "Artinya, harga patokan gula itu Rp 7.960/kg. Jadi, setelah ditambah keuntungan petani Rp 8.250/kg," paparnya.

Besaran HPP ini tidak bisa direvisi karena sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Lagipula, menurutnya, harga gula tidak akan naik meski HPP direvisi. Harga gula saat ini terus menurun akibat stok yang terlalu banyak, maka penyelesaiannya adalah dengan menyeimbangkan pasokan dan kebutuhan gula nasional. "Petani berpikir harga akan naik kalau HPP direvisi, itu tidak terjadi. Itu tidak menyelesaikan masalah. Penyelesaiannya, bagaimana menyeimbangkan suplai dan demand gula," tukas dia.

Namun, bila ternyata nantinya gugatan para petani tebu dikabulkan oleh PTUN, maka secara otomatis HPP gula tidak berlaku lagi. "Kita gugurkan, tidak ada HPP gula," tutur Lutfi. Dia menambahkan, rendemen gula pada awal masa penggilingan memang biasanya rendah sehingga petani rugi.

Namun, rendemen akan naik saat puncak masa penggilingan, harga gula di tingkat petani tebu pun akan membaik. Berdasarkan pantauannya, saat ini harga lelang gula sudah di atas HPP. "Setidaknya Rp 8.500/kg. Sementara ini semua transaksi di atas HPP," kata dia.

Lutfi berjanji akan mengumumkan realisasi taksasi gula setiap pabrik gula setelah musim penggilingan. Selain itu, dirinya juga akan membuka data impor gula rafinasi dan stok gula nasional. Dengan demikian, pemerintahan berikutnya dapat menghitung dengan lebih pasti kebutuhan, rendemen, dan HPP gula untuk 2015.

"Jadi kalau ada pabrik gula pemerintah bilang rendemennya 8-9, ternyata nggak sampai segitu, saya akan umumkan satu per satu pabrik gulanya. Dan saya akan umumkan stok gula secara nasional untuk sugar outlook berapa yang dibutuhkan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, petani tebu asal Jawa Tengah menggugat keputusan Menteri Perdagangan yang memberi izin impor gula kristal putih Kepada Perum Bulog ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dianggap melanggar aturan hukum.

Petani yang mengajukan gugatan itu adalah M Nur Khabsyin, Djamiun, Kusmanto, Budi Utomo, Sojo Sulkhan, Rukani, Supeno, Hardi, Ahmad Aniq, dan Ahmad Najib. Mereka juga mengajukan uji materi Peraturan Menteri Perdagangan tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih Tahun 2014 ke Mahkamah Agung. "Kami, petani tebu, dirugikan oleh dua kebijakan itu," kata Nur Khabsyin, Senin lalu.

Dia menjelaskan, keputusan Mendag yang memberi izin Bulog mengimpor gula kristal putih sebanyak 328.000 ton dari 1 April sampai dengan 15 Mei 2014 bertentangan dengan keputusan Menperindag No.527/MPP/Kep/9/2004 yang melarang impor gula dilakukan satu bulan sebelum masa giling tebu rakyat.

Menteri Pertanian telah menetapkan tanggal 15 Mei 2014 sebagai awal masa giling. Menurut Nur Khabsyin, harga gula petani di pasaran hacur akibat masuknya gula impor tersebut, apalagi stok gula nasional saat ini melimpah hingga sekitar satu juta ton. "Harga gula petani saat ini paling tinggi Rp8.600 per kilogram. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu harga gula petani mencapai Rp10.000 per kilogram," katanya.

Sementara terkait keputusan tentang harga patokan petani (HPP), Nur Khabsiyin mengatakan pihaknya mengajukan uji materi karena keputusan itu dinilai petani tidak logis, yakni lebih rendah dari biaya produksi per kilogram yang dikeluarkan oleh petani tebu.

Menurut dia, biaya produksi gula per kilogram yang dikeluarkan petani tebu sebesar Rp8.791, sedangkan HPP Rp8.250. "Bagaimana mungkin HPP lebih rendah dari biaya produksi? Padahal HPP yang diusulkan dewan gula yang diketuai Menteri Pertanian adalah Rp9.500 per kilogram. Yang lebih aneh, Menteri Perdagangan itu wakil ketua dewan gula juga," kata Nur Khabsyin.

Wakil Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu berharap baik PTUN maupun MA mengabulkan gugatan yang diajukan petani tebu dan keputusan itu bisa menjadi yurisprudensi untuk masa depan sehingga kebijakan pemerintah tidak merugikan petani.

http://www.gatra.com/ekonomi-1/56705-digugat-petani-tebu-ke-ptun,-ini-pembelaan-kemendag%E2%80%8F.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar