Rabu, 02 Juli 2014

Petani Tanaman Pangan Turun

Rabu, 2 Juli 2014

Nilai Komoditas Kurang Ekonomis

JAKARTA, KOMPAS — Jumlah rumah tangga petani tanaman pangan berkurang dalam 10 tahun terakhir dan beralih menjadi petani perkebunan atau bekerja di sektor informal di perkotaan. Rumah tangga petani meninggalkan komoditas tanaman pangan karena kurang ekonomis.
Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin menjelaskan, penurunan jumlah rumah tangga petani itu terjadi pada komoditas padi, jagung, dan kedelai. ”Penurunan jumlah rumah tangga petani tanaman pangan terjadi di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Papua,” ujar Suryamin dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (1/7). Penurunan jumlah rumah tangga petani itu diketahui berdasarkan Survei Pertanian 2013 dan membandingkannya dengan Sensus Pertanian 2003.

Jumlah petani kedelai turun dari 1 juta rumah tangga pada 2003 menjadi 700.000 rumah tangga pada 2013 atau turun 31,91 persen. Jumlah petani jagung turun dari 6,4 juta pada 2003 menjadi 5,1 juta rumah tangga pada 2013 (20,4 persen), sementara jumlah rumah tangga yang mengusahakan padi turun dari 14,2 juta menjadi 14,1 juta (0,41 persen).

Penurunan jumlah rumah tangga usaha tanaman kedelai terbesar terjadi di Pulau Jawa, yakni 225.230 rumah tangga atau turun sekitar 29,27 persen. Penurunan jumlah rumah tangga usaha tanaman jagung terbesar terjadi di Pulau Jawa sebanyak 785.150 rumah tangga (18,73 persen). Penurunan jumlah rumah tangga usaha tanaman padi terbesar terjadi di Pulau Sumatera sebanyak 309.830 rumah tangga (10,74 persen).

Selain usaha tanaman pangan, penurunan jumlah rumah tangga petani juga terjadi pada komoditas jeruk dan bawang merah. Jumlah rumah tangga petani usaha jeruk turun dari 973.220 rumah tangga menjadi 554.430 rumah tangga.

Pada saat yang sama, terjadi kenaikan jumlah rumah tangga petani perkebunan kelapa sawit, karet, dan kakao. Jumlah rumah tangga yang mengusahakan kelapa sawit meningkat dari 700.000 menjadi 1,5 juta, karet dari 1,7 juta menjadi 2,9 juta, dan kakao dari 1,9 juta menjadi 2,9 juta.

Tak ekonomis
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati menjelaskan, berkurangnya jumlah rumah tangga petani tanaman pangan itu harus menjadi peringatan. ”Pemerintah sebaiknya memberikan insentif supaya jumlah rumah tangga petani tak makin berkurang. Pemerintah juga harus berperan meningkatkan produktivitas komoditas tanaman pangan,” kata Enny.

Abas, Ketua Forum Komunikasi Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, menjelaskan, petani beralih dari tanaman pangan dan hortikultura karena kurang ekonomis. ”Harga komoditas pangan dan hortikultura tidak menentu. Pemerintah juga cenderung kurang memperhatikan petani-petani kecil. Wajar jika petani tanaman pangan dan hortikultura beralih profesi menjadi petani tanaman perkebunan. Fenomena itu terus berlanjut karena tanaman perkebunan lebih menjanjikan,” ujarnya. (AHA)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/140702kompas/index.html#/19/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar