Senin, 15 September 2014

Alih Fungsi Lahan Tidak Terbendung

Senin, 15 September 2014

Mentan Akui Ketahanan Pangan Terancam

MOJOKERTO, KOMPAS — Alih fungsi lahan pertanian di Tanah Air sulit dibendung. Luas lahan yang terkonversi tidak mampu diimbangi dengan ekstensifikasi melalui pembukaan sawah baru. Lahan produktif untuk pangan pun kian defisit. Setiap tahun tak kurang dari 110.000 hektar sawah beralih fungsi.
”Setiap tahun sekitar 110.000 hektar lahan pertanian produktif terkonversi. Di Jawa Timur saja mencapai 1.700 hektar per tahun laju konversinya,” kata Menteri Pertanian Suswono di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, pekan lalu.

Orang luar daerah
Dari pengamatan Kompas, lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi area perumahan, industri, dan peruntukan lain terlihat nyata di daerah yang selama ini menjadi sentra pangan nasional, seperti di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di Kecamatan Maja, Kabupaten Pandeglang, Banten, misalnya, sejumlah lahan persawahan di kawasan itu dipasangi pelat milik perusahaan pengembang.

Di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sejumlah sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan perumahan, industri, atau dibiarkan mengering. Data Dinas Pertanian dan Kehutanan Karawang mencatat, laju alih fungsi lahan pertanian di kabupaten tersebut 180 hektar per tahun. Pemerintah Kabupaten Karawang kini menggodok peraturan daerah untuk melindungi lahan pertaniannya.

Wakil Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana menyatakan, Karawang adalah daerah lumbung padi nasional. Pemerintah kabupaten berkomitmen menjaga lahan pertanian itu. ”Kami tak ingin petani menjual sawah kepada orang luar Karawang sebab berpotensi alih fungsi,” ujarnya.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Karawang, jika ditetapkan untuk pertanian, lahan harus dijaga. Namun, yang terjadi sekarang, kata Cellica, orang luar Karawang seenaknya mengubah lahan sawah jadi kawasan perumahan dan peruntukan lain.

Di Sumatera Selatan, luas tanam padi dalam periode 2008- 2012 menyusut tak kurang dari 5.782 hektar. Lahan yang dialihfungsikan itu sebagian adalah sawah kurang produktif karena hanya bisa dipanen sekali setahun.

Menurut Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Ilfantria, faktor utama alih fungsi sawah itu karena petani merasa belum sejahtera dari hasil panennya. ”Sawah yang dialihfungsikan ada di kawasan rawa- rawa dan pasang surut,” ujarnya.

Di Jawa Tengah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Klaten Wahyu Prasetyo mengatakan, lahan pertanian di kabupaten itu pun beralih fungsi menjadi kawasan perumahan atau industri. Pemkab Klaten bertekad mempertahankan lahan pertanian minimal 28.434 hektar. Ini menahan laju alih fungsi lahan pertanian dan mempertahankan produksi pangan di daerah itu.

Secara nasional, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persawahan di negeri ini tahun 2002 masih 11,5 juta hektar, tetapi tahun 2012 tersisa sekitar 8,08 juta hektar.

Pemerintah memang tak mudah menahan petani agar tidak menjual sawahnya. Satu-satunya cara, pemerintah harus menjamin bisnis pertanian bisa menguntungkan petani. ”Petani harus dibuat percaya, bisnis pertanian menguntungkan. Salah satu contohnya di Kabupaten Tasikmalaya melalui penanaman padi organik, yang dirasakan menguntungkan petani,” kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pekan lalu.

Ancam ketahanan pangan
Menteri Pertanian Suswono menyatakan, alih fungsi lahan pertanian produktif di beberapa daerah itu bisa menurunkan produksi pangan dan mengancam ketahanan pangan nasional. Kebutuhan pangan nasional terus meningkat karena laju pertumbuhan penduduk tinggi.

Suswono menambahkan, upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi saja tidak cukup untuk mengatasi kebutuhan pangan. Ekstensifikasi melalui perluasan lahan menjadi kebutuhan pada masa mendatang.

Alasan itulah yang mendorong pemerintah membuka sawah baru. Namun, program ini kurang berjalan maksimal karena berbagai kendala di lapangan. Tahun lalu hanya terealisasi 40.000 hektar dan tahun ini tercipta sekitar 60.000 hektar dari target 100.000 hektar per tahun.

”Selain anggaran pencetakan sawah yang terbatas, kepemilikan lahan juga menjadi kendala. Di luar Jawa, misalnya, banyak tanah milik adat atau tanah ulayat,” kata Suswono.

Jalan tengah membendung defisit lahan pertanian, dengan mendorong percepatan reforma agraria. Caranya, mengoptimalkan lahan yang menganggur untuk dikelola petani. Saat ini Badan Pertanahan Nasional mendata sekitar 7,2 juta hektar lahan telantar. Namun, yang benar-benar terverifikasi dan dapat dimanfaatkan 13.000 hektar.

Dengan mendorong penguasaan lahan bagi petani, Suswono optimistis pembangunan sektor pertanian akan berhasil. Kondisi petani kini tak prospektif karena penguasaan lahan yang sempit.

”Rata-rata kepemilikan lahan oleh petani kini tinggal 0,3 hektar (3.000 meter persegi) setiap keluarga. Luas lahan akan semakin turun sebab kultur petani di negara ini membagikan lahan kepada anak-anaknya,” ujarnya.

Kondisi ini berbeda dengan petani di Thailand yang rata-rata memiliki lahan sekitar 3,5 hektar per keluarga. Mereka bisa menghasilkan pendapatan yang memadai dari produksi pertanian karena menguasai lahan yang
luas walau dari sisi produktivitas masih di bawah Indonesia.

Meski peralihan fungsi lahan tak terbendung, produksi padi di negeri ini dalam 10 tahun terakhir justru meningkat. Tahun 2002, BPS mencatat produksi padi di Indonesia sekitar 51,40 juta ton. Tahun 2012 meningkat menjadi 68,74 juta ton. Namun, impor beras juga meningkat, yakni sekitar 288.000 ton tahun 2008 menjadi 473.000 ton tahun 2013. Bahkan, pada 2012 Indonesia mengimpor 1,928 juta ton beras.

Petani beralih fungsi
Di Sulawesi Selatan, alih fungsi lahan pertanian menjadi areal perumahan atau peruntukan lain juga terjadi. Namun, lajunya belum melampaui pencetakan sawah baru. Data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sulawesi Selatan, tahun 2013 luas sawah 603.000 hektar atau meningkat dari tahun 2012 yang 581.000 hektar.

Namun, dari data sensus pertanian 2013 yang dilakukan BPS Sulawesi Selatan, jumlah petani di provinsi itu menurun dibandingkan dengan tahun 2003, yaitu dari 1,08 juta lebih rumah tangga petani menjadi 980.946 rumah tangga petani. Kepala BPS Sulawesi Selatan Nursam Salam mengatakan, petani banyak beralih ke sektor usaha lain, terutama berdagang.

(NIK/CHE/IRE/RWN/DMU/ENG)

http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008893103.aspx?epaper=yes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar