Minggu, 12 Oktober 2014

Anak Muda Harus Melawan Oligark

Sabtu, 11 Oktober 2014

PILKADA TIDAK LANGSUNG

JAKARTA, KOMPAS — Saat ini, masyarakat sipil merasakan bagaimana sakitnya dibohongi dan dikhianati para elite politik yang menguasai parlemen, terutama setelah mereka berhasil mengegolkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Oligarki parpol telah menunjukkan kekuatannya. Generasi muda harus sadar dengan fenomena ini dan saatnya mulai melawan.
Oligark adalah individu yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi. Sementara oligarki adalah politik pertahanan kekayaan dari kaum oligark.

Demikian benang merah diskusi ”Urgensi Keterlibatan Generasi Muda Mengawal Pilkada Langsung” yang digelar Transparency International Indonesia, di Jakarta, Jumat (10/10). Tampil sebagai pembicara peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Donny Ardyanto; Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini; dan mahasiswa Ilmu Politik Freie Universitaet, Berlin, Iman Waskito.

Donny Ardyanto mengatakan, kekalahan dalam penentuan sistem pemilihan kepala daerah sebenarnya bukan akhir dari demokrasi. Masih ada esensi demokrasi yang mendasar dan harus segera direbut masyarakat sipil. Jika masyarakat masih merasa kalah dan dikhianati sejak penetapan UU Pilkada, hal itu sah-sah saja. Namun, harus segera disadari, kesedihan itu tidak ada gunanya jika tidak diiringi kesadaran baru soal sistem politik Indonesia.

Tak ada yang mengontrol
Satu hal yang harus segera dilawan adalah fakta makin berjayanya oligarki di sistem politik Indonesia, terutama yang bercokol di parpol-parpol. ”Oligarki dari dulu ada, tetapi bisa dikontrol Soeharto. Ketika reformasi, oligarki masih ada, tetapi tak ada yang mengontrol hingga kini,” kata Donny.

Tujuan mereka adalah mempertahankan kekuasaan ekonomi dan bahkan menambahnya. Oligark ini sedemikian canggih untuk mempertahankan kepentingan bisnisnya dengan terlibat dalam pembuatan UU dan kebijakan lain. ”UU akan selalu dipengaruhi oleh para oligark. Di Indonesia, problemnya makin rumit karena tak ada yang mengontrol,” ujar Donny.

Saat ini memang ada oligark yang tak mau menjadi elite, tetapi banyak juga oligark yang biasanya berlatar belakang pengusaha telah menjadi elite dan menjadi penguasa parpol.

”Mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi melalui jalur-jalur legal dan memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan proyek,” ucapnya.

Titi Anggraini mengatakan, sesungguhnya alasan para elite menolak pilkada langsung oleh rakyat hanya karena target politik yang dibungkus berbagai argumentasi. ”Fakta, argumentasi, dan data bisa ditarik ulur sesuai selera,” kata Titi.

Masyarakat sipil sempat berprasangka baik terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

”Antara percaya dan tidak percaya karena ada elite politik yang berjanji, tetapi dengan mudah mengingkarinya. Ini bukan sekadar drama, ini tragedi. Ini ironi dari demokrasi kita,” ungkap Titi.

Tanggal 2 Oktober, Presiden Yudhoyono mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang membatalkan UU Pilkada. Namun, perppu tersebut masih harus dimintakan persetujuan kepada DPR pada sidang Januari 2015. DPR bisa setuju, bisa tidak. ”Kalau saya tidak percaya,” kata Titi. (AMR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141011kompas/#/5/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar