Kamis, 30 Oktober 2014

Swasta Didorong Produksi Benih

Rabu, 29 Oktober 2014

Tanaman Padi Berbeda dengan Komoditas Lain


TULUNGAGUNG, KOMPAS Pemerintah terus mendorong swasta agar berkontribusi menciptakan benih tanaman pangan, khususnya padi. Sejauh ini, dari total produksi benih padi bersertifikat di Indonesia yang hampir mencapai 200.000 ton per tahun, baru 50.000-60.000 ton yang berasal dari produsen swasta.

Hal itu diungkapkan Direktur Pembenihan Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Budhianto di sela-sela acara labuh massal dan panen raya padi Pak Tiwi-1, padi unggul produksi PT Agri Makmur Pertiwi, di Desa Ngrendeng, Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (28/10).

Produktivitas benih padi yang diklaim tahan wereng dan genangan ini bisa mencapai 9-11 ton gabah per hektar.

”Produksi benih padi kita hampir 200.000 ton atau sekitar 60 persen dari kebutuhan total 350.000-an ton benih per tahun. Dari 200.000 ton itu, 140.000-150.000 ton diproduksi oleh badan usaha milik negara. Sisanya diproduksi pihak swasta, mulai dari produsen besar, menengah, sampai kecil,” ujarnya.

Menurut Bambang, benih padi memang berbeda dengan komoditas lain. Ia mencontohkan, untuk jagung hibrida didominasi swasta, dalam hal ini produsen multinasional.

Bahkan, produsen multinasional ini telah mengusai sekitar 70 pasar. Sisanya dikuasai produsen nasional. Sementara untuk kedelai sejauh ini belum ada produsen benih, yang ada baru penangkar.

Pemerintah tidak pernah memberi batasan target produksi benih terhadap pihak swasta. Perkembangan mereka dibiarkan secara alami. ”Karena BUMN sendiri juga banyak yang telah berkolaborasi dengan swasta, misalnya karena alasan keterbatasan lahan,” ucapnya.

Bupati Tulungagung Syahri Mulyo mengatakan, penggunaan benih unggul di tingkat petani masih rendah sehingga berpengaruh pada kesenjangan produktivitas di tingkat petani.

Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi Tulungagung dalam mengembangkan dan membangun pertanian, selain masalah lain, seperti penggunaan pupuk yang belum berimbang, serangan organisme pengganggu, dan dampak perubahan iklim.

Meski demikian, menurut Syahri, Tulungagung menjadi salah satu penyangga pangan di Jatim. Tahun 2013, misalnya, Tulungagung surplus beras hingga 90.000 ton lebih.

Musim tanam
Petani di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, memilih padi jenis umur pendek untuk menyiasati mundurnya musim tanam pertama dari awal Oktober menjadi pertengahan November. Mereka berharap memulai panen lebih awal sehingga dapat memanfaatkan hujan yang tersisa pada musim tanam kedua.

Ketua Kelompok Tani ”Tani Jaya” Wonodadi, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen, Joko Sudarisman, Selasa, mengatakan, mundurnya musim tanam yang seharusnya sudah dimulai awal Oktober membuat dia khawatir hanya dapat menanam sekali dalam setahun.

Sebesar 70-75 persen dari 30.200 hektar sawah di Kabupaten Purworejo, Jateng, saat ini masih dibiarkan. Sebagian besar petani belum berani menanam padi karena pasokan air irigasi minim dan intensitas hujan masih terbilang rendah.

Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sulawesi Selatan Lutfi Halide meminta petani padi lahan tadah hujan menunda musim tanam yang biasanya dimulai awal November. Hal itu karena adanya prakiraan musim kemarau masih akan berlangsung hingga akhir November.

”Petani yang tak dialiri irigasi diimbau menunggu hujan turun untuk mengurangi risiko kegagalan,” ujarnya, Selasa. Lutfi menambahkan, di beberapa daerah yang memiliki irigasi yang baik, seperti di Kabupaten Maros, Soppeng, dan Sidenreng Rappang, para petani bisa tetap menyiapkan musim tanam sesuai jadwal, yakni akhir Oktober atau awal November. Tujuannya agar Januari tetap ada panen.

(WER/GRE/ENG/EGI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141029kompas/#/22/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar