Rabu, 08 Oktober 2014

Rakyat Bergerak Kawal Pilkada Langsung

Rabu, 8 Oktober 2014

Konsolidasi Awal di Universitas Indonesia

JAKARTA, KOMPAS — Gerakan Rakyat Berdaulat yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, kelompok buruh, organisasi massa perempuan, dan peneliti menyatakan sikap akan terus mengawal pembatalan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Gerakan ini menuntut pemerintah dan DPR mengembalikan hak politik rakyat untuk memilih secara langsung.

Sri Budi Eko Wardani, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, mengatakan, gerakan tersebut mewakili elemen masyarakat yang terdiri dari 132 organisasi massa independen yang terus mengawal perubahan politik di Indonesia. Peserta yang datang di antaranya adalah aliansi mahasiswa untuk demokrasi dari UI, Perludem, Formappi, Indonesia Corruption Watch, Walhi, Lingkar Madani untuk Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, JPPR, Elsam, Migrant
Care, Pattiro, dan LIPI. ”Tidak mau hak politik kami diambil paksa,” ujarnya di Kampus FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/10).

Gerakan ini akan mendesak masyarakat berkonsolidasi dan berjuang supaya hak memilih langsung tidak hilang dengan tujuan jangka panjang mengembalikan partisipasi rakyat memilih secara langsung disahkan dalam UU. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggantikan UU No 22/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak memberikan jaminan kembalinya hak itu.

”Pilkada oleh DPRD justru menjadi ajang politik transaksi, baik sebelum maupun sesudah pemilu. Selain itu, pemilihan oleh DPRD ini bukan sekadar masalah mekanisme, melainkan kuat ada upaya pembajakan demokrasi dan akan mengembalikan pemerintah yang otoriter seperti pada zaman Orde Baru,” kata Bara Lintar, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UI.

Bara menambahkan, mahasiswa tidak akan tinggal diam oleh permainan politik oligarki. Mahasiswa yang bergabung dengan gerakan independen ini akan lebih kritis menyuarakan aspirasi masyarakat. Bahrain, Direktur Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menambahkan, gerakan masyarakat sipil akan selalu berada di garda terdepan memastikan elite politik memperjuangkan hak rakyat.

Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan, meski sudah ada perppu yang diterbitkan SBY, tidak ada kepastian dikembalikannya hak politik. Pasalnya, revisi UU Pilkada oleh DPRD harus disetujui DPR periode 2014-2019. Karena itu, gerakan ini akan mengawal ketat hingga pilkada langsung dapat disahkan menjadi UU.

Dipindah, listrik padam
Pernyataan sikap gerakan ini sedianya dilaksanakan di Plaza FISIP UI, tetapi dipindah ke dalam di gedung ruang F 202. Selama diskusi berlangsung, pukul 13.30-16.00, aliran listrik padam. Peserta diskusi yang memadati ruangan kepanasan. Panitia acara menyatakan, acara di ruangan terbuka itu tidak mendapatkan izin dari Dekan FISIP UI.

Saat dimintai konfirmasi, Dekan FISIP UI Arie Setiabudi Soesilo mengatakan, secara substansi, UI tidak menolak upaya Puskapol UI, mahasiswa, dan aktivis melakukan kajian dan diskusi tentang UU Pilkada. Namun,
teknis pengorganisasian massa, menurut dia, kurang profesional dan mendadak. Padahal, elemen masyarakat yang diundang dalam acara itu sangat banyak. Arie khawatir massa tidak bisa ditampung di Plaza FISIP UI.

”Karena khawatir mengganggu perkuliahan, saya minta teman-teman ini pindah ke ruangan untuk berdiskusi konstruktif di dalam ruangan,” kata Arie.

KPU rancang biaya
Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merancang kebutuhan biaya untuk Pilkada 2015 dengan menyesuaikan aturan baru di Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur dan Bupati/Wali Kota. Mengacu perppu, pendanaan Pilkada 2015 sepenuhnya dibebankan pada APBD dengan sejumlah hal baru yang perlu dimasukkan dalam usulan kebutuhan biaya pilkada.

”Hal-hal baru yang masuk menjadi beban APBD itu seperti dana untuk pemasangan alat peraga, penyebaran bahan kampanye kepada masyarakat, debat antarcalon, serta iklan media cetak dan elektronik,” kata Djohermansyah.

Pendanaan pilkada sepenuhnya oleh APBD hanya berlaku untuk pilkada serentak di ratusan daerah otonom pada 2015. Pilkada serentak tahun 2018 dan 2020 pendanaan oleh APBN didukung APBD. Dukungan dana melalui APBD, antara lain,
berupa kegiatan sosialisasi, pengamanan, dan distribusi logistik. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, jumlah daerah yang menggelar pilkada serentak pada 2015 sebanyak 204 daerah otonom.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengakui, pelaksanaan pemilu yang tahapannya berlangsung lama dan menguras energi idealnya harus berdasarkan UU. Dengan UU, tak ada pertentangan lagi antara pihak pemerintah dan DPR. Berbeda dengan perppu yang nantinya masih bisa bergantung pada persetujuan DPR. Namun, KPU saat ini sudah berkoordinasi secara internal untuk membahas perppu dan melibatkan para pihak. (A13/APA/ATO/AMR)

 http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141008kompas/#/5/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar