Sabtu, 04 Oktober 2014

Kedaulatan Pangan Warga Terancam

Sabtu, 4 Oktober 2014

Petani Pegunungan Kendeng Mencari Jalan Keluar


PATI, KOMPAS — Ratusan warga dari berbagai desa di Pegunungan Kendeng berkumpul di Omah Sonokeling, Desa Gadudero, Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Jumat (3/10). Warga yang mayoritas petani itu merumuskan sikap menghadapi rencana penambangan gamping yang mengancam kedaulatan pangan.

Tidak hanya diikuti warga dari Sukolilo, pertemuan juga diikuti masyarakat Gunem, Rembang, yang dua bulan lebih tinggal di tenda menolak pembangunan pabrik semen; warga Kayen dan Tambakromo, masyarakat Purwodadi, bahkan masyarakat dari kawasan karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Pertemuan juga diikuti sejumlah akademisi, seperti Amrih Widodo (Australian National University), Soeryo Adi Wibowo (IPB), Hendro Sangkoyo (School of Democratic Economics), Eko Teguh Paripurno (UPN Veteran Yogyakarta), dan Eko Haryono (UGM). Ada pula Bondan Gunawan, Alissa Wahid dari The Wahid Institute, Gus Zaim Uchrowi, pengasuh pesantren di Lasem; dan tokoh lain.

Gunretno, tokoh Sedulur Sikep dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng, yang menginisiasi pertemuan mengatakan, acara itu mempertemukan warga, akademisi, dan pemerintah guna membahas persoalan kedaulatan pangan warga yang terancam rencana penambangan gamping. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga diundang. ”Pak Gubernur tak bisa datang, tetapi ada beberapa pejabat yang mewakili,” katanya. ”Notulensi pertemuan juga diminta.”

Joko Priyanto, warga Tegaldowo, Gunem, menyayangkan ketidakhadiran Ganjar. ”Selama ini warga tidak melihat keberpihakan Pak Ganjar kepada masyarakat,” katanya.

Kedaulatan petani
Gunarti, perempuan tokoh Sedulur Sikep, mengatakan, kedaulatan pangan adalah soal hidup mati. Ia mengajak warga agar tak mudah dipecah belah. ”Kita takkan hidup tanpa tanah dan air,” ujarnya.

Sementara itu Alissa Wahid mengatakan mendukung perjuangan masyarakat Kendeng. ”Ini bukan tema keagamaan yang selama ini jadi sorotan Wahid Institute. Namun, saya melihat jauh, yaitu konflik etis dalam konflik bermasyarakat dan bernegara. Ini sama dengan kelompok minoritas yang ditindas,” tuturnya.

Menurut Soeryo Adi, kedaulatan masyarakat Kendeng terancam bertubi-tubi. Sukses menggagalkan rencana penambangan gamping di Sukolilo, kini warga Gunem menghadapi pabrik semen lain yang analisis mengenai dampak lingkungannya disetujui dua tahun lalu. Bahkan, di Tambakromo dan Kayen, dua pabrik semen hendak masuk.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Tengah Teguh Dwi Paryono mengatakan, banyaknya rencana penambangan gamping karena kawasan ini berpotensi. ”Ada 12 kawasan pertambangan di Sukolilo. Apakah salah jika ada investor yang mau investasi? Tentu boleh. Apakah itu layak atau tidak? Itu ada instrumennya, yaitu amdal,” tuturnya.

Menurut Teguh, rencana pendirian pabrik semen di Rembang akan terus dilakukan. ”Bahkan, Pak Surono (Kepala Badan Geologi) sudah menganulir surat sebelumnya yang melarang penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih pada 24 September 2014, yang intinya boleh menambang dengan syarat tertentu,” paparnya.

Sebelumnya, 1 Juli 2014, Surono mengirim surat kepada Gubernur Jawa Tengah memberi rekomendasi, batu gamping di rencana tapak penambangan yang membentang di wilayah Rembang dan sebagian kecil Kabupaten Blora itu telah ditetapkan sebagai CAT Watuputih yang sebagian merupakan daerah imbuhan atau perlindungan air tanah yang tidak boleh ditambang. (AIK/WEN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141004kompas/#/13/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar