Senin, 21 September 2015

Debit Telaga Cebong Kritis

Senin, 21 September 2015

Petani Sayur Gagal Panen

WONOSOBO- Telaga Cebong yang berada di kawasan Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar mulai dangkal dan debit airnya kritis.

Saat ini pendangkalan merupakan titik terparah dalam sepuluh tahun terakhir, karena sisa air tinggal 3 meter dari semula kedalaman 10-15 meter. Telaga Cebong di sebelah desa berpenduduk 350 KK itu makin dangkal dan debit airnya terus menyusut 1,5 meter hingga 2 meter pada musim kemarau ini.

Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sembungan, Ngiyudin Minggu (20/9) mengatakan, saat musim kemarau seperti sekarang, air di Telaga Cebong turun dan mengalami pendangkalan cukup parah. Menurut dia, setiap hari debit air menyusut di atas 5 meter dari permukaan.”

Kedalaman air kira-kira tinggal 3 sampai 5 meter,” katanya Telaga yang dihidupi ikan bandung, lelem, dan jaskap berkedalaman 3 hingga 15 meter dan luas 18 hektare itu, tiap tahun mengalami pendangkalan sekitar dua meter pada Agustus dan September sudah menyusut dua kali lipat lebih.

P emicunya, musim kemarau dan 40 persen kemiringan lahan perbukitan tersebut masih ditanami kentang, kubis oleh penduduk setempat. Tanaman sayur di kawasan itu sejauh ini juga tidak tertolong dan pada gagal panen.”Petani gagal panen, sehingga merugi,” katanya.

Dibatasi

Pada musim kemarau tahun 2015 ini, imbuhnya, sebanyak 200 petani kentang dan sayur mayur menyedot air telaga. Total setiap hari kebutuhan air para petani mencapai 100-120 meter kubik. Ngiyudin mengatakan, saat ini kelompok tani membatasi penyedotan air dan mulai diatur, karena kalau dibebaskan pada September air di telaga bisa habis terkuras.

“Sekarang mulai dibatasi dan diatur agar debit air tidak habis. Tapi sekarang sudah benar-benar tidak ada stok di telaga,” katanya. Dia mengemukakan, sejak terjadi penggundulan hutan besarbesaran yang mengakibatkan ratusan hektare lahan hutan milik Perhutani gundul.

Akibat dari kondisi tersebut lima mata air di sekitar desa tersebut nyaris mati yang hidup sekarang tinggal satu, yakni mata air Lempong. Dikatakan, empat mata air mati antara lain Kaligondok, Musilan, Kejen, dan Latren. Kini cuma tinggal satu mata air.

Padahal sebelum hutan gundul ratusan jenis burung masih hidup. “Kami berharap digalakkan penghijauan agar dapat ikut merawat gunung-gunung yang gundul,” katanya. Dijelaskan, upaya konservasi lahan di kawasan hutan kawasan Dieng hanya sebatas wacana dan tanpa realisasi yang jelas.

Sejumlah lembaga yang konsen di persoalan lingkungan hidup di Wonosobo yang pernah membuat program pemulihan lahan Dieng, termasuk di Desa Sembungan. Namun mereka tidak jelas apakah program pemulihan dijalankan apa tidak, karena kondisi Dieng masih kritis.

Seorang petani kentang, Jasri (40) mengatakan akibat telaga menyusut tanaman miliknya kering dan layu. Dia mengaku merugi Rp 45 juta per hektare. Sedangkan total lahan yang berada di areal telaga, menurut Jasri kurang lebih 80 hektare. “Petani di sini 80 persen gagal panen,” katanya. (H67-32)

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/debit-telaga-cebong-kritis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar