Jumat, 04 September 2015

Intervensi Niaga Pangan

Jumat, 4 September 2015

Rentetan kenaikan harga bahan pangan mewarnai perekonomian Indonesia tahun ini. Dimulai dari beras, cabai, bawang merah, daging sapi, sampai daging ayam. Banyak kalangan menyatakan penyebabnya adalah pasokan kurang. Banyak pula yang menyebut karena ulah para spekulan yang mengontrol harga dengan menimbun stok.

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan harga pangan. Mulai dari operasi pasar (OP), memberikan izin impor daging sapi bagi Perum Bulog, berdialog dengan pelaku usaha, hingga melibatkan Polri dan TNI AD.

Sejumlah pedagang bermodal besar didatangi kalangan pemerintah dan polisi. Ada sejumlah pelaku usaha yang diperiksa polisi karena diduga menimbun sapi. Para pelaku usaha itu juga diminta melepas sapi ke pasar. Para pelaku usaha juga diminta menurunkan harga sesuai harga ideal.

Dalam rangka stabilisasi harga beras pada musim paceklik tahun ini, pemerintah mengerahkan aparat TNI AD dan Polri. Pemerintah meminta TNI bersama dinas pertanian setempat mendatangi petani penerima bantuan dan pengusaha penggilingan satu per satu. Mereka diminta menjual beras ke Perum Bulog. Tujuan utamanya, mengejar kekurangan target stok beras Bulog 2015. Stok beras Bulog per akhir Agustus 2015 sebanyak 1,4 juta ton. Pemerintah meminta Bulog mempunyai cadangan beras 2,5 juta ton.

Hal itu menunjukkan selama ini, pemerintah tidak mempunyai kendali tata niaga pangan. Tata niaga yang ada saat ini bergantung mekanisme pasar. Akibatnya petani tidak mempunyai akses langsung ke pasar. Rantai pasokan semakin panjang dan rawan terjadi spekulasi harga.

Pemerintah terbilang terlambat dalam perkuatan peran Bulog. Selama ini, Bulog tidak mempunyai stok komoditas pangan guna memengaruhi harga pasar yang bergejolak. Ketika tidak bisa lagi mengontrol harga pangan melalui OP dan menghadapi spekulan, pemerintah mengambil jalan pintas. Polri dan TNI AD dilibatkan.

Akankah langkah itu akan dilakukan terus setiap tahun? Itukah yang akan menjadi arah tata niaga pangan Indonesia ke depan? Persoalan mendasar pangan Indonesia adalah ketersediaan pasokan dan akurasi data produksi. Kerap kali terjadi ketidaksinkronan antara pasokan dan data produksi.

Selama ini, pemerintah juga tak mempunyai stok bahan pangan penting yang rawan bergejolak. Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia menyebutkan, 10 tahun terakhir, 61 persen stok beras dikuasai pedagang besar, Bulog hanya 5-9 persen. Pemerintah perlu mengembalikan peran Bulog sebagai penjaga stok pangan atau mempercepat pembentukan Badan Pangan Nasional.

Langkah itu perlu diperkuat dengan jaringan petani yang mampu menyuplai stok pangan pemerintah. Pasalnya, selama ini petani terjerat pengijon. Pemerintah juga perlu mendorong diversifikasi pangan berbasis potensi daerah. Program itu bisa dilanjutkan dan diperkuat dengan perdagangan antardaerah.

Pemerintah juga telah mempunyai Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Melalui regulasi itu, pemerintah memiliki wewenang menentukan harga 14 bahan pokok ketika harga bergejolak. Hingga kini, Kementerian Perdagangan belum merampungkan peraturan turunannya. Jika sudah selesai, efektivitas regulasi itu akan diuji. Kita tunggu saja, berhasil atau justru masih perlu campur tangan Polri dan TNI....

(HENDRIYO WIDI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150904kompas/#/17/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar