Rabu, 28 Oktober 2015

Tetap Mengimpor Beras

Rabu, 28 Oktober 2015

Salah satu janji kampanye yang diunggulan Jokowi-JK pada Pilpres 2014, yakni mewujudkan ambisinya untuk melakukan swasembada pangan yang dinyatakan sanggup dicapai dalam waktu empat tahun ke depan. Lantaran terikat janjinya itu, sehingga meski kerap mendapat desakan untuk membuka kebijakan impor beras untuk mengatasi kenaikan harga, Jokowi tetap saja kukuh. Kata Jokowi, impor beras merupakan suatu kebijakan yang tak diperlukan.

Tapi tak berselang lama, pasca pelantikannya, sikap kukuh yang dipertahankan Jokowi, pada akhirnya bobol juga. Tak dinyana, 17 Maret 2015, Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Inpres ini memperbolehkan impor beras pada saat kondisi tertentu, yakni bila ketersediaan beras dalam negeri tidak mencukupi, sekaligus untuk menjaga stabilitas harga.

Dua bulan pasca Inpres itu diterbitkan, Perum Bulog mengklaim bahwa stok beras di gudang penyimpanan mereka masih cukup untuk memenuhi kebutuhan 250.000 ton tiap bulan, jadi pengadaan Bulog yang kini menginjak angka 1,1 juta ton mampu memenuhi kebutuhan lima bulan ke depannya, yaitu diramalkan sekitar 2,75 juta ton hingga akhir tahun 2015. Olehnya itu, Bulog yang memiliki kewenangan oleh inpres itu untuk mengimpor beras tak bergeming.

Sebagai gantinya, Bulog akan tetap fokus menambah stok beras dari dalam negeri. Namun sikap Bulog di bulan Mei 2015 kala itu, ditepis Guru Besar IPB, Dwi Andrea Santosa, bahwa ambisi Bulog memenuhi targetnya itu, sanatlah sulit. Fakta di lapangan pada masa itu telah terjadi penurunan produksi dalam negeri. Contohnya, pada tahun 2013 hanya 7,4 juta ton. Lalu tahun 2014 turun menjadi 6,5 juta ton. Maka tahun 2015, juga dipastikan menurun.

Meski diberi gambaran seperti itu, Bulog tetap saja percaya diri akan memenuhi ambisinya. Namun di awal Agustus 2015, KADIN mulai menyuarakan bahwa Indonesia bakal terserang krisis pangan. Indikatornya karena dampak dari El-Nino. Akibat suara keras KADIN itu, Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, menggelar rapat terbatas bersama sekian menteri ekonomi. Rapat itu menyimpulkan bahwa untuk mengantisipasi lonjakan harga, kran impor harus dibuka.

Putusan rapat yang dipimpin Jusuf Kalla itu, malah ditepis oleh Bulog. Dikatakan bahwa kran impor beras belum saatnya untuk dibuka. Dalihnya bahwa stok beras Bulog, terutama untuk raskin (Rastra), masih cukup dalam memenuhi kebutuhan hingga akhir 2015. Hal sama juga dikatakan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, bahwa dirinya akan melaksanakan andai itu perintah Jokowi. Mungkin maksud Amran Sulaiman, bukan karena perintah dari Jusuf Kalla.

Kenapa mesti seperti itu, tak lain karena Jokowi tetap kukuh pada janjinya untuk menekan beras impor melalui swasembada pangan, sekalipun Jokowi berulangkali mengungkap rasa risihnya lantaran Indonesia memiliki areal persawahan luas, tapi tiap kali bertemu Presiden Vietnam selalu ditawari impor beras. Tapi kala Indonesia mulai berminat mengimpor beras Vietnam, Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengaku didahului China dan Filipina.

http://www.kompasiana.com/amt/tetap-mengimpor-beras_562fced6959773440cc072b8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar