Jumat, 24 April 2015

TOLAK IMPOR BERAS DEMI KEDAULATAN PANGAN DAN PRODUTIVITAS PETANI (II)

Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.


Bahwa tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan


Kedaulatan pangan merupakan hak sebuah negara dan petani untuk menentukan sendiri kebijakan pangannya dengan memprioritaskan produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, menjamin penguasaan petani atas tanah subur, air, benih, termasuk pembiayaan untuk para buruh tani dan petani kecil, serta melarang adanya praktek perdagangan pangan dengan cara dumping.


Bahwa kenaikan harga beras di beberapa wilayah Indonesia, dalam beberapa minggu ini cukup mencengangkan. Operasi pasar (OP) beras yang dilakukan pemerintah tidak mungkin bisa menjadi andalan karena hanya bersifat pemadam kebakaran. Rencana pemerintah untuk kembali melakukan impor beras sebanyak 500 ribu ton pada tahun ini harus ditolak karena bertentangan dengan upaya membangun kedaulatan pangan bangsa dan bertentangan dengan upaya mensejahterakan petani.


Bahwa kebijakan impor beras tersebut bertentangan dengan tujuan pembentukan negara, yang antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum. Tugas negara untuk menyediakan pangan dengan harga terjangkau bagi rakyat miskin. Mayoritas rakyat Indonesia tinggal dipedasaan sehingga desa harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi khususnya disektor pertanian.


Terhadap rencana impor beras yang akan dilaksanakan pada bulan Maret tahun ini ditemukan fakta sbb:

· Kontrak impor beras 500 ribu ton antara Perum Bulog dengan Vietnam Shoutherm Food Corporations (Vinafood II) diduga merugikan negara sebesar Rp. 140 miliar.

· Harga impor beras yang dibeli dari Vinafood ternyata lebih mahal dari yang ditawarkan Pakistan dan China.

· Bulog membeli dari Vinafood 308 dollar/ton sedang Cina dan pakistan menawarkan US$ 208 dolar/ton dengan tenggang waktu pembayaran 6 bulan sampai satu tahun.

· Beras yang masuk ke Indonesia ternyata bukan hanya dari Vietnam saja tetapi didatangkan dari Thailand dan India, ini berarti Vinafood menjadi calo karena dia juga membeli beras dari Thailan dan India untuk memenuhi kontrak beras dengan Indonesia.


Bahwa kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras menjadi ritual tahunan yang merugikan petani, khususnya terhadap hal-hal sebagai berikut:

· Impor beras pemerintah selalu diikuti dengan impor beras ilegal yang jumlahnya cukup besar.

· Impor beras secara psikologis menekan harga domestik

· Impor beras tidak memberi kepastian usaha dan insentif kepada petani dan tidak ada kepastian berapa harga gabah setelah panen.

· Impor beras tidak berpihak dalam membantu kegiatan ekonomi dipedesaan dan justru mensubsidi petani negara lain

· Dampak positif atas kebijakan larangan impor antara lain telah mendorong minat produksi, mendorong kenikan harga ditingkat petani, dan mendorong ekspor beras ke Afrika dan Arab Saudi sekitar 52.000 ton pada bulan April 2005 dan pada tahun 2006 pemerintah memiliki komitmen untuk melanjutkan dan meningkatnkan kebijakan pangan pada tahun-tahun sebelumnya yang antara lain melanjtkan larangan impor beras.


Rekomendasi:

· Perlu dibangun gerakan penolakan impor beras disetiap daerah melalui kelompok-kelompok tani secara sinergis dan simultan.

· Perlu segera dibangun ormas tani yang kuat atau penguatan secara keorganisasian terhadap kelompok tani disetiap daerah guna menguatkan posisi strategis petani dalam memperjuangkan hak-haknya. Organisasi/kelompok tani yang dibuat ditujukan untuk mewujudkan suatu sistem produksi, konsumsi, distribusi dan pasar pangan yang berpihak pada kedaulatan rakyat, perlindungan pasar dalam negeri dari impor murah (dumping).

· Perlu dibangun apresiasi terhadap daerah-daerah yang mempunyai surplus produksi sebagai bentuk penghargaan dan pembangunan motivasi para petani untuk terus berproduks.

· Terhadap Tanah, Air dan Benih

– Menuntut pembaruan agraria sejati yang memfokuskan pada distribusi terhadap rakyat tanpa tanah dan kemungkinan bagi para petani untuk memiliki hak atas tanah mereka.

– Tanah untuk petani : Tanah seharusnya menjadi milik rakyat kecil dan tak bertanah, bukan milik tuan tanah dan perusahaan besar.

– Tanah dan air harus dimiliki oleh komunitas lokal dengan menghargai sepenuhnya terhadap hukum adat dan hak-hak terhadap penggunaan sumberdaya lokal dan tradisional mereka.

– Memiliki hukum positif saja tidak cukup, di dalam lingkup internasional banyak negara yang memiliki hukum agraria tetapi tidak diimplementasikan.

– Perempuan harus memiliki hak yang setara dalam hal akses terhadap lahan dan air.

– Menolak privatisasi sumberdaya air (seperti prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU No.7/2004) ; Pemerintah harus melindungi para petani di dalam penyediaan akses irigasi yang gratis untuk proses produksi.

– Kita seharusnya dilindungi dari polusi sumberdaya air oleh industri dan pertanian yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida kimia), khususnya pada sistem produksi beras.

– Benih merupakan jantung dari sistem pertanian, dan basis dari kedaulatan pangan. Untuk itu tolak proses paten benih, tolak segala bentuk, sistem ataupun teknologi yang mencegah petani untuk menyimpan, mengembangkan dan mereproduksi benih sendiri.

– Mendorong hak untuk reproduksi dan pertukaran benih oleh rakyat dan untuk rakyat. Benih tidak boleh didistribusikan oleh perusahaan transnasional dan pemerintah, karena mereka akan menjadikan petani hanya sebagai konsumen dari rantai produksi benih.

– Menolak GMOs (rekayasa genetika untuk makhluk hidup) dan melarang produksi dan perdagangannya pada benih pertanian, karena prinsipnya yang tidak berkelanjutan.

· Terhadap sistem produksi pangan

– Petani harus mendapat jaminan keuntungan atas usaha produksi pangan, khususnya pada saat panen puncak.

– Mempromosikan produksi pangan yang berkelanjutan seperti pertanian alami dan organik; dengan input yang lebih rendah dan menghasilkan output yang lebih baik kualitasnya.

– Mendorong revitalisasi pengetahuan tradisional untuk sistem produksi beras yang berkelanjutan.

– Menyadari pentingnya kedaulatan pangan dalam hal ekologi dan alam dalam rangka mengurangi kemiskinan, melindungi ekosistem dan pelestarian tanah, keanekaragaman hayati, peningkatan kondisi kesehatan dan peningkatan kualitas air dan bahan pangan dengan harga yang terjangkau.

– Membuat kriteria kualitas pangan yang sesuai kebutuhan dan keinginan rakyat.

– Menekan pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap organisasi-organisasi yang mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan untuk mempersiapkan kebijakan formal untuk mempromosikan sistem produksi pangan yang berkelanjutan.

· Terhadap aktivitas dan proses pasca panen

– Pemerintah harus menyediakan program-program pelayanan yang mendukung produksi dan produktivitas tanah. Pemerintah juga harus memfasilitasi aktivitas pasca panen.

– Perbaikan infrastruktur,

· Terhadap perdagangan

– Memastikan harga yang layak; dan pemerintah harus menjamin harga dengan memberikan subsidi untuk menutupi biaya produksi dan juga untuk mendapatkan keuntungan yang cukup yang sesuai dengan biaya kebutuhan hidup para petani.

– Meminta pemerintah untuk memberikan subsidi untuk mempromosikan produksi pangan yang berkelanjutan dan memastikan bahwa subsidi tidak untuk perusahaan trans-nasional dan produsen besar apalagi untuk negara lain.

– Pemerintah harus mendukung petani yang memproduksi pangan untuk kebutuhan dalam negeri.

– Hasil pertanian dalam negeri seharusnya diatur sedemikian rupa untuk mencegah surplus, dalam rangka menghindari dumping produk ekspor.

– Menolak impor beras dan mendorong negara dapat memproduksi beras yang cukup untuk konsumsi mereka sendiri. Seringkali, impor beras adalah proses dumping dari surplus produksi yang membanjiri pasar domestik dan pada akhirnya membunuh petani.

Menyadari bahwa impor beras adalah salah satu ekses dari liberalisasi perdagangan, untuk itu liberalisasi perdagangan pangan yang dilakukan oleh WTO dan Kesepakatan Perdagangan Bebas (FTA) harus ditolak. Dan dengan tegas menuntut agar WTO keluar dari urusan pangan dan pertanian.



Ir. Hasto Kristiyanto, MM

Anggota DPR Komisi VI PDI Perjuangan

Daerah Pemilihan 7 Jawa Timur

Gedung MPR DPRRI Nusantara I Lantai 8, Ruang.806

Jl.Jend.Gatot Subroto Jakarta

Telp.021-5756303 Faks.021-5756305,

Email: Hasto1966@yahoo.co.id

https://hastopdiperjuangan.wordpress.com/category/tolak-impor-beras/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar