Sabtu, 06 Juni 2015

Buka Impor Gula Rafinasi, DPR: Mendag Tak Tepati Janji

Jumat, 5 Juni 2015


Jakarta, HanTer - Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengaku kecewa dengan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Rahmat Gobel yang telah membuka keran impor gula rafinasi yang akhirnya justru merugikan para petani  gula lokal.

"Dengan adanya rencana yang sudah hampir pasti dibuka ini (kran impor gula rafinasi), kami kecewa beliau tak menepati janjinya untuk dapat mendahulukan petani gula lokal dan lebih memilih import dari negara lain," sesal Firman kepada Harian Terbit, Jumat (5/6/2015).

Politikus Golkar itupun menjelaskan dengan keputusan Mendag membuka kran impor gula rafinasi artinya pemerintah khususnya Mendag telah melanggar keputusannya sendiri yakni menperindag no 527 pasal 1 ayat 2 dan 3 tentang Ketentuan Impor Gula.

"Gimana kebijakan pak Rahmat Gobel kok tidak populis dan amat gegabah, harusnya sebagai pembantu presiden dia itu harusnya meringankan masalah yang muncul di kalangan rakyat dan petani tidak malah memanjakan kaum borjuis dan kapitalis yang coba mengkhianati program `Nawa Citanya` dari Presiden Jokowi," cetusnya.

Untuk itulah, Firman mendesak kepada Jokowi sebagai Kepala Negara dan juga Pemimpin agar segera memberikan peringatan atau teguran kepada Menteri Perdagangan (Mendag) terkait permasalahan import gula rafinasi ini.

"Saya harap pak Jokowi segera beri peringatan keras kepada Mendag agar tidak berbuat sewenang-wenang untuk seenaknya membuka kran import yang dapat merugikan semua pihak khususnya petani gula," pungkasnya.

Seperti diketahui, Maraknya gula impor rafinasi yang menyerbu pasar Indonesia, membuat harga gula petani lokal kian anjlok. Hal ini dialami oleh para petani tebu di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim).

Misalnya beberapa waktu lalu ada 85.000 ton gula pasir hasil produksi Pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto sulit terjual. Harga jual gula petani tebu PG Gempolkrep anjlok menyetuh angka Rp 8.150 per/Kg, sudah termasuk rendah.

Harga lelang gula lokal di tingkat petani jatuh pada titik terendah mencapai Rp 7.800/Kg atau 8% dibawah harga patokan petani (HPP). Para pabrikan gula BUMN yang mencapai 52 pabrik, diperkirakan rugi 1 triliun.

Salah satu faktor pemicunya adalah serbuan gula rafinasi impor ke pasar tradisional. Seharusnya gula rafinasi hanya masuk ke pasar industri seperti industri makanan dan minuman.

(Luki)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar