Selasa, 16 Juni 2015

Menangkal Isu Pangan

Senin, 15 Juni 2015

Masyarakat luas tentu belum lupa kasus ”beras plastik” yang cukup merebak perhatian publik beberapa waktu lalu. Namun sayangnya hingga kini, belum ada kesimpulan yang konklusif tentang benar atau tidaknya kasus tersebut dari pihak berwajib. Yang pasti hasil uji laboratorium Sucofindo dianggap berbeda dengan hasil dari laboratorium forensik Polri dan BPOM.

Lantas bagaimana kita sebagai konsumen harus bersikap? Sebenarnya produk makanan yang beredar saat ini, menurut para pakar pangan, sudah jauh lebih aman dibandingkan beberapa dekade atau beberapa abad lalu. Karena itu, kita harus bersikap rasional dalam menanggapi isu keamanan pangan ini. Masalah keamanan pangan yang dengan cepat menjadi isu nasional atau isu global berdampak signifikan terhadap perubahan konsumsi pangan.

Jadi, ketakutan masyarakat saat itu telah menyebabkan mereka menjadi tidak proporsional menyikapi masalah keamanan pangan ini. Ketakutan untuk mengonsumsi makanan yang diduga tidak aman, sebenarnya hanya kesalahan persepsi karena masyarakat tidak mencerna informasi secara menyeluruh.

Benarkah bahwa makananmakanan kita saat ini begitu rentan terhadap persoalan keamanan pangan? Menurut pakar pangan Ali Khomsan, pada dasarnya kita yang hidup pada zaman modern ini telah dimanjakan dengan ketersediaan pangan yang melimpah. Teknologi penyiapan makanan yang makin baik dan penerapan undang-undang untuk melindungi kesehatan masyarakat pada dasarnya telah banyak mengurangi kasus-kasus foodborne illnesses.

Sejak lama dunia industri makanan mengetahui dan menerapkan pasteurisasi, sterilisasi, sistem pengemasan aseptik, dan teknik analisis kontaminan untuk mendeteksi cemaran pada makanan. Hal ini sangat membantu masyarakat untuk memperoleh makanan yang aman. Masalah ketidakamanan pangan terkadang diberitakan secara masif dan menjadi isu selama beberapa waktu di tengah-tengah masyarakat.

Ini yang menyebabkan kita menjadi tidak proporsional dalam menyikapinya. Sebagai contoh, bila suatu bahan pangan mengandung unsur kimiawi lebih tinggi, tidak berarti makanan tersebut menjadi lebih berbahaya apabila dikonsumsi. Perlu dipahami adanya batasan yang disebut acceptable daily intake (ADI), yang mengandung makna bahwa ada unsur tertentu dalam makanan asalkan masih dalam kisaran standar ADI, makanan tersebut tetap layak dan aman dikonsumsi secara harian.

Nah, untuk negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, masalah ketidakamanan pangan dapat berasal dari homeindustry yang menjual makanan dengan tambahan zat aditif yang tidak sesuai peruntukannya. Hal ini bisa dijumpai pada produk tahu yang dicampur formalin, boraks pada baso, atau pewarna tekstil pada kerupuk.

Sebagian zat aditif ini bersifat karsinogenik dan membahayakan kesehatan. Dengan ada UU Pangan, sebenarnya pemerintah bisa dengan cepat menjaring home-industry ini untuk mendapatkan sanksi hukum sesuai peraturan yang berlaku. Penggunaan pestisida yang tidak terkontrol memunculkan kecemasan akan keamanan pangan dari produk buah-buahan ataupun sayuran.

Di sisi lain, pemanfaatan pestisida secara bijak terbukti meningkatkan produksi pangan sehingga pangan tersebut dapat diakses oleh masyarakat dengan harga terjangkau. Menurut WHO, konsumsi buah dan sayuran yang rendah menduduki peringkat 10 sebagai faktor risiko penyebab kematian di dunia. Mereka yang jarang makan buah dan sayuran terbukti lebih rentan untuk menderita kanker dan penyakit jantung koroner yang mematikan.

Jadi, kalau ada orang yang tidak mau mengonsumsi buah dan sayur karena khawatir tercemar pestisida, niscaya dia akan lebih menderita akibat kurang serat yang mengakibatkan penyakit degeneratif. Sejak 2005 industri pangan di negara-negara Eropa dikenai peraturan untuk bisa menunjukkan dengan jelas rantai produksi yang menjadi sumber bahan baku pangan tersebut.

Dengan demikian, pemerintah seharusnya berwenang bisa melacak dengan cepat apabila ada kasus ketidakamanan pangan. Untuk memudahkan proses pelacakan dikembangkan peranti lunak yang dapat melacak asal bahan baku, bar-codes , dan penanda lainnya.

Selain itu, standar baku seperti Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) yang selama ini telah diterapkan oleh industri-industri besar di bidang pangan, sebaiknya juga diberlakukan pada industri kecil. Hal ini penting agar semua pihak yang berhubungan dengan rantai industri pangan selalu menerapkan standar keamanan maksimal bagi proses produksinya. Semoga!

http://www.neraca.co.id/article/55021/menangkal-isu-pangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar