Rabu, 08 Januari 2014

Hijaunya Sawah Derita Petani

Selasa, 7 Januari 2014

Usia padi 1 bulan setelah masa tandur adalah usia padi harus dipupuk, diwatun, diperhatikan pengairannya. Kebutuhan akan nutrisi pada setiap batang padi sangatlah tinggi padahal ada skian helai batang padi yang membutuhkan nutrisi. Nutrisi didapatkan dari pupuk yang diberikan oleh petani dan yang pada umumnya dipakai adalah pupuk kimia. Namun usia satu bulan itu padi keliatan hijau bak karpet terbentang dihamparan nan luas, saat menghijau para petani harus merogoh kocek dalem-dalem dan berhutang sana sini juga mengeluarkan tenaga ekstra untuk matun (bahasa jawa) dan mengontrol pengairannya. Para petani akan menghabiskan waktunya disawah mulai dari jam 5 pagi sampai jam 12 siang kadang juga malamnya mereka juga harus berebut air dan memenejemen pengairan.

Dihari yang mendung aku tak sedang mendampingi para petani seperti yang biasa aku lakukan sejak 10 tahun silam, hari ini aku sedang menikmati hijaunya padi yang bisa menyegarkan mata dan fikiranku. Memandang hijaunya padi juga bisa membuka kembali fikiran dari kebuntuan yang disebabkan oleh kekacauan, kesuntukan, overload kita beraktifitas. Ketika kita berada disituasi seperti itu sawah bisa menjadi tempat yang cukup nyaman, kita bisa memandng hamparan tanpa ada yang mengganggu kita, bisa ngobrol-ngobrol sama pak tani. Obrolanku sama pak tani kali ini bukan dalam rangka mengadvokasi mereka tetapi hanya sekedar bercerita “ya mendengar keluh kesah mereka”. Suasana ini mengingatkan akan aktifitasku sebelumnya, obrolanku bersama mereka membuat aku larut dan semangat lagi untuk kembali berada ditengah-tengah mereka. Aku memulai obrolan dari permisi dan berkenalan dengan para petani, dan yang pasti mereka memandang aku penuh dengan keanehan.

“permisi pak saya mau duduk disini sama bapak-bapak bolehkan?” kan sedikit banyak saya juga tau tentang kehidupan social ekonomi dan teknik bertani. Lantas mereka menjawab; “monggo boleh sekali dan mereka bertanya rumahnya dimana?” “rumah saya di pakahan” dan mereka mengetahui dan mengenal kakek saya. Kemudian kita berbicara tentang cara bercocok tanam, karena sebelum mereka menanam padi, sawah itu ditanami tembakau maka setelah ditanami tembakau mereka menanam orok-orok katanya biar berasnya tidak berasa tembakau. Menurutku orok-orok ditanam sebelum masa tanam padi Karena orok-orok banyak mengandung NPK yang berfungsi sebagai hijau daun, hari ini aku mendapat pengetahuan baru ternyata bisa untuk menetralisir rasa dan aroma tembakau pada beras yang disebabkan sebelum sawah ditanami padi ditanami tembakau. Orok-orok didaerah lain mungkin sudah langka, namun disini tanaman ini dilestarikan dengan cara menyimpan biji buahnya untuk ditabur dimasa tanam selanjutnya.

Ketika saya bertanya kenapa tidak tertarik dengan pertanian organic yang biayanya tidak terlalu tinggi dan sudah ada bibt orok-oroknya tinggal ditambah dengan pupuk kandang. Lantas mereka menjawab; “ itu kalau kami punya ternak mbak, jadi kami tidak perlu beli kotoran sapi dari peternak sapi atau kambing”. Saya fikir benar juga ungkapan mereka, karena bisa jadi harga pupuk kandang lebih mahal dari pupuk urea yang notabennya mereka mendapatkan subsidi pembelian pupuk. Saya pernah belajar dan mengkampanyekan penggunaan pupuk organic untuk jenis tanaman padi, memang tidak semudah yang kita bayangkan. Namun kalau itu kita lestarikan dan terus kita kembangkan dan budayakan akan kita terima manfaatnya dikemudian kelak. Revolusi hijau yang telah merusak tatanan system pertanian kita dan telah merusak unsure hara tanah akibat penggunaan pupuk kimia terlalu berlebihan. Ketika dari dulu kita melesterikan pertanian organic yang sudah ada dalam kebudayaan bertani dan bercocok tanam pasti alam akan selalu bersahabat dengan kita. System pertanian organic yang ditinggalkan saat revolusi hijau juga telah menggeser budaya bertani masyarakat Indonesia, budaya tandur dan panen yang diawali dengan selamatan sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan. Saya memandang itu sebuah budaya yang perlu kita pertahankan dan dilestarikan, saya bukan syirik karena kita bersyukur atas apa yang kita dapatkan dari Tuhan dan kita kembalikan lagi kepada Tuhan. Tali silaturrahmi juga akan terjalin ketika mereka berada disawah untuk saling mendoakan dan memohon semoga tanamannya membuahkan hasil yang bagus dan melimpah.

Seandainya system pertanian kita kembali seperti dulu menggunakan system organic dan ketersediaan lahan pertanian, Indonesia tidak lagi menjadi pengimpor beras. Itu hal yang sangat ironis Negara agraris sebagai pengimpor beras dan petaninya memakan beras raskin yang warnanya merah tetapi bukan beras merah. Seharusnya mereka mengkonsumsi beras yang mereka tanam, mereka lebih memilih menjualnya dari pada mengkonsumsinya. Karena mereka mempunyai kebutuhan harus terus untuk menanam padi yang membutuhkan biaya cukup tinggi untuk sampai memanennya lagi dan perputarannya selalu seperti itu. Kita harus membawa mereka keluar dari masalah ini, jawabannya bukan dengan raskin yang akan diganti dengan rasda (beras daerah) tetapi mengembalikan ekosistem yang telah hilang, ketersediaan lahan pertanian bukan real estate yang menjamur sampai kepelosok-pelosok desa, mempertahankan budaya bertani yang mulai luntur bahkan hilang. Dan petani juga harus menikmati apa yang mereka tanam, bukan semua dinikmati oleh kelas menengah keatas. Mulai dari saat hijaunya padi bak karpet terhampar dihamparan yang luas dan ketika panen mereka pula yang bisa mengkonsumsinya. Saat padi itu mulai menghijau pasti banyak sekali yang sudah menikmati kehijauannya padahal itu derita kaum tani, banyak kalangan kelas menengah atas yang berduyun-duyun kedesa untuk berkomentar “ooh indahnya sawah ini”. Tanpa memperhatikan yang sedang menyemai dan memupuk sawah itu dengan kedua tangannya dan penuh dengan harapan bisa mencapai hasil yang maksimal ketika panen tiba.
Hijaunya sawah menyembuhkan kita dari kepenatan sejenak, namun perjalananku ke sawah yang sedang menghijau bukan hanya menikmati hijaunya sawah. Tetapi bisa menjadi perenungan bersama kita untuk membawa para petani keluar dari keterpurukan dan bisa menikmati hasil panennya. Hijaunya padi bukan lagi jadi derita mereka dan ketika panen mereka juga bisa memakan hasil panennya. Para petani juga berhak hidup sejahtera seperti para pejabat yang mengkonsumsi hasil produksi mereka, para petani harus disejahterakan bukan hanya dengan subsidi pupuk yang harganya juga masih mahal untuk ukuran mereka. Mengembalikan system atau pola bertani secara organic dan membatasi pembebasan lahan untuk real estate juga harus dilakukan agar sedikit mengurangi beban para petani. Beri pendidikan dan pendampingan untuk petani agar mereka mau kembali ke pertanian organic.

Penulis : Nirwana Hidayati

http://m.kompasiana.com/post/read/622950/1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar