Sabtu, 22 Maret 2014

Peta Menuju Negara Maju

Sabtu, 22 Maret 2014

BANGSA Indonesia menghadapi tiga tantangan pembangunan utama.

Pertama, memanfaatkan bonus demografi, yang menempatkan jumlah penduduk usia 15-59 tahun sebagai tenaga produktif dengan potensi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari jumlah pendapatan penduduk di bawah usia 15 tahun dan di atas 60 tahun dalam kurun waktu 2012-2035.

Kedua, komposisi demografi ini memberi modal mendobrak dinding pembatas antara Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah jadi negara berpendapatan tinggi dengan pendapatan per kapita rata-rata di atas 12.500 dollar AS. Apabila pendapatan per kapita Indonesia kini 4.000 dollar AS dengan laju pertumbuhan rata-rata 7 persen setahun, sasaran 12.500 dollar AS bisa dicapai kurang dari 20 tahun.

Ketiga, dengan melaksanakan pola pembangunan berkelanjutan mencakup bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan secara serentak, dapat dicapai peningkatan kesejahteraan dengan keadilan dan nol kemiskinan, ditopang kemampuan daya dukung lingkungan yang lestari pada 2030.

Untuk mencapai tiga sasaran yang saling berkaitan ini, perlu dikembangkan knowledge based society, terutama untuk mendobrak dinding pemisah negara berpendapatan menengah dengan berpendapatan tinggi. Ilmu yang perlu dikembangkan adalah sains, teknologi, engineering, dan matematika yang dibalut ilmu humaniora, sosial, dan budaya sebagai penggerak daya pembangunan bangsa 2014-2030.

 Dalam  pembangunan  Indonesia sangat penting optimalisasi pengembangan sumber daya alam yang memiliki keunggulan daya saing global. Letak Indonesia diapit dua benua dan dua  samudra  dengan lebih dari 14.000 pulau tersebar  sepanjang khatulistiwa, menempatkan kualitas sumber daya alam dan lingkungan tropis sebagai SDA berpotensi paling bersaing  di dunia.

Pengembangan SDA unik tropis sebagai modal persaingan bangsa menuntut pola pembangunan dengan tiga jalur ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam hubungan keterkaitan timbal balik. Dengan begitu, secara sadar diperhitungkan biaya kerusakan lingkungan, pencemaran, dan deplesi SDA serta biaya sosial.

 Bertolak dari alur pikiran ini perlu dikembangkan ilmuwan yang menghayat sains-teknologi-engineering dan matematika untuk dikembangkan dalam konteks pertumbuhan bangsa yang beragam suku, agama, dan budaya, yang dipahami melalui ilmu humaniora, sosial, dan budaya. Hal itu untuk memberi isi pada model pembangunan berkelanjutan yang memadukan tiga jalur ekonomi-sosial-lingkungan bisa tumbuh berimbang.

Kita sudah punya modal alam tropis dengan kemampuan daya saing. Kini dibutuhkan pengembangan modal manusia yang bisa melengkapinya dengan memanfaatkan bonus demografi. Hanya dengan begitu kita bisa mendobrak dinding pemisah kelompok negara berpendapatan menengah—tempat kita berada—agar bisa melompat ke kelompok negara berpendapatan tinggi.

Belajar dari masa lalu
Pengembangan modal manusia harus dimulai dari tahapan usia bayi. Majalah The Economist, akhir Februari, mengungkapkan hasil  sidang tahunan 2014 the American Association for the Advancement of Science. Terdapat korelasi erat antara jumlah kata yang ayah-bunda cengkramkan kepada anak dan potensi anak mengembangkan kecerdasannya di masa depan. Bahkan, ini juga bisa berlaku jika dimulai sejak usia 18 bulan. Alat language environment analysis dikembangkan untuk mengikuti kuantitas kata yang bisa meningkatkan potensi kecerdasan sang anak. Dan, Amerika Serikat telah memberi perhatian lebih besar pada pendidikan tahap prasekolah.

Pada 2012, AS menguasai 27 persen manufaktur-teknologi tinggi dunia. Namun, dalam waktu sembilan tahun China mengatasi ketertinggalannya dan pada 2013 menguasai 24 persen dari total global. Ini merisaukan AS sehingga dalam State of the Union di depan Kongres baru-baru ini Presiden Obama mencanangkan 100.000 guru baru dalam waktu 10 tahun untuk mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas pengajaran sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam sistem pendidikan AS. Juga mendorong para ilmuwan mengembangkan inovasi teknologi baru.

Kita sekarang berada di tengah masa perlombaan dua raksasa ekonomi AS dan China dalam menguasai sains, teknologi, engineering, dan matematika. Kita beruntung memiliki keunikan SDA tropis yang khas sebagai faktor keunggulan kompetitif global. Yang dibutuhkan kini adalah membangun modal manusia memiliki kemampuan di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika untuk bisa mengembangkan nilai tambah dari SDA unik khas tropis ini.

Perjalanan yang kita lalui cukup memberi pelajaran tentang kesalahan dan kebaikan pembangunan masa lalu. Menjelang masa kepresidenan baru, terbuka kesempatan   mengangkat derajat pendidikan bangsa kita menjadi modal manusia yang tangguh untuk  mendobrak dinding pemisah kelompok negara berpendapatan menengah dengan kelompok berpendapatan tinggi dalam kurun waktu 2014-2030.

Emil Salim, Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup 1978-1993

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140322kompas/#/7/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar