Minggu, 08 Juni 2014

Harga tender rendah, produsen gula berpotensi rugi

Sabtu, 7 Juni 2014

SURABAYA, kabarbisnis.com: Realisasi tender gula di kalangan produsen gula dinilai masih cukup rendah. Saat ini, tender gula di kalangan produsen gula rata-rata hanya berkisar Rp 8.500 per kilogram (kg). Dengan nilai tersebut, dipastikan petani masih belum bisa menikmati keuntungan secara wajar. Karena biaya pokok produksi (unit cost) pada level petani berdasarkan survai Dewan Gula Indonesia (DGI) rata-rata sebesar Rp 8.791 per kg.

Rendahnya harga gula tersebut tercermin dalam dalam tender 5.000 ton gula produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIdua hari yang lalu, dimana penawaran tertinggi hanya mencapai Rp 8.500 per kg. Itu pun untuk produk Pabrik Gula (PG) Kanigoro di Madiun, sementara penjualan dilakukan dalam bentuk paket untuk produk beberapa PG. "Akibatnya, tender yang diikuti 13 dari 29 perusahaan yang diundang, dinyatakan batal. Rendahnya harga tender juga terjadi pada saat tender gula petani PG Madukismo di Yogyakarta 2 hari sebelumnya, hanya terbentuk harga Rp 8.521," ujar Sekretaris Perusahaan PTPN XI, Adig Suwandi di Surabaya. Jumat (6/6/2014) petang.

Lebih lanjut ia mengetengahkan, penyebab rendahnya harga gula dalam kurun waktu yang cukup lama ini antara lain masih banyaknya stok di gudang-gudang pabrik menyusul rendahnya serapan pasar. Saat ini, setidaknya sekitar 800.000 ton gula hasil giling 2013 lalu yang belum terjual ke konsumen akhir. Hal ini sebagai dampak dari derasnya rembesan gula rafinasi ke pasar konsumen.

"Untuk mengurangi dampak harga gula dunia yang hanya berkisar US$ 467-US$ 475 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk biaya pengapalan dan premium), impor gula termasuk raw sugar untuk bahan baku industri gula rafinasi harus dilakukan secara taat asas," katanya.

Impor, ujarnya harus dengan membayar bea masuk Rp 550 per kg sesuai ketentuan dan volume impor pun harus berdasarkan kebutuhan industri makanan/minuman penggunanya, bukan kapasitas terpasang pabrik sebagai acuan. "Ini dilakukan untuk menghindari efek rembesan yang mengacukan pasar gula lokal," katanya.

Selain itu, katanya, Perum Bulog jangan dipaksa mengimpor gula hingga mencapai 328.000 sesuai ijin impor. Lebih baik Bulog membeli gula lokal dengan aktif mengikuti tender langsung. Meskipun mandat pemerintahan sekarang praktis tinggal 4 bulan, kalangan produsen gula berharap perlindungan terhadap petani dan industri gula berbasis tebu tetap dilakukan.

"Justru keseriusan di ujung pemerintahan ini dapat menjadi bonus bagi produsen. Sedangkan untuk pemerintahan hasil pilpres 9 Juli 2014 tentu harus lebih peduli lagi pada perlindungan tadi terkait komitmen perwujudan kedaulatan pangan. Harus ada keberpihakan nyata, bukan dengan menyerahkan industri gula pada perangkap liberalisasi perdagangan tidak fair dan sarat distorsi," harapnya.

Namun demikian, pada saat bersamaan upaya peningkatan daya saing dilakukan secara terstruktur agar unit cost dapat direduksi secara bertahap melalui rendemen tinggi dan efisiensi pabrik. Karena harga yang tidak kondusif potensial berdampak menurunnya animo petani dalam menanam tebu.

"Bentuk konkretnya, petani hanya akan mempertahankan tanaman keprasan dengan budidaya seadanya, jauh dari praktek terbaik (best agricultural practices) sehingga bisa menyeret produktivitas lebih buruk di tahun depan," kata Adig.

Petani, lanjutnya, juga tidak dapat diharapkan melakukan ekspansi areal. Harga yang tidak bersahabat tersebut tampaknya merupakan kelanjutan 2013 lalu dan dipastikan bakal mengancam capaian target swasembada gula dan kemandirian pangan bangsa.kbc6

http://www.kabarbisnis.com/read/2847918

Tidak ada komentar:

Posting Komentar