Kamis, 22 Mei 2014

Pemerintahan Baru Diminta Kawal Kedaulatan Pangan

Rabu, 21 Mei 2014

Liberalisasi Dianggap Sudah Kebablasan

RMOL. Impor pangan yang terus meningkat setiap tahunnya, membuktikan bahwa Indonesia semakin jauh dari kedaulatan pangan. Kehidupan petani yang jauh dari sejahtera, juga menjadi bukti bahwa Indonesia bukan lagi negara agraris.

menurut Ketua Umum Seri­kat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, kedau­lat­an dan ketahan­an pangan menjadi isu pokok yang dituntut oleh pe­tani ter­ha­dap kepemimpinan men­­da­tang.

    “Dasar tuntutan itu adalah li­beralisasi pangan yang sudah berlebihan,” ujar Saragih di Ja­karta, ke­marin.

Liberalisasi pangan, katanya, berlangsung saat keran impor ter­hadap komoditas pertanian terus meningkat tiap tahun. Dia meng­ungkapkan, ber­da­sar­kan data Badan Pusat Statistik (BPS) ta­hun 2013, Indonesia mengim­por se­banyak 472 ribu ton beras dari Viet­nam, Thailand, India, Pa­kistan, dan Myanmar.

“Ini mem­pri­hatinkan meng­ingat Indonesia pernah memper­oleh predikat swasembada be­ras,” katanya.

Menurut Saragih, volume im­por beras yang tinggi mengin­di­ka­sikan produktivitas yang me­nu­run. Penurunan itu dipicu oleh penyempitan luas lahan per­­ta­ni­an. “Pemerintah terpilih ha­rus be­­rani untuk menegak­kan re­for­ma­si agraria melalui pen­dis­­trib­u­sian dan perluasan lahan ber­tani,” ucapnya.

Tuntutan ini, lanjutnya, pen­ting untuk menjaga ting­kat produktivitas dan identitas Indo­nesia sebagai ne­gara agraris. Dia berharap, pe­merintahan yang baru berani me­ngubah pa­radigma pertanian dari semula pertanian model ko­lonial yang mengandalkan eks­por-impor menjadi model eko­logis yang mementingkan ke­berlanjutan pertanian.

“Model ekologis ini penting karena membuat petani me­mi­kirkan kondisi lahannya. Misal­­nya dengan penggunaan pu­puk or­ganik sehingga kesuburan la­hannya relatif lebih lama dan pro­duktivitasnya juga lebih me­ning­kat,” tandasnya.

Sekretaris Jen­deral Perhim­punan Petani dan Nelayan Se­jahtera Indonesia, Ri­yono, me­minta calon presiden dan calon wakil presiden terpilih menda­tang agar lebih berani mengim­plementasikan program pertanian yang lebih riil dan ope­rasional.

“Jangan berhenti pada jargon kerakyatan di satu sisi, dan jar­gon kebangsaan di sisi lainnya. Agen­danya harus riil. Misalnya men­cetak satu juta petani entre­pre­neurship,” tekannya.

Dengan kebe­ra­nian pemerin­tah baru untuk me­ng­angkat bi­dang pertanian, dia berharap, akan membuat sektor ini menja­di fon­dasi kebangkitan pereko­no­mian nasional.

Sebelumnya, Menteri Perta­ni­an Suswono mengakui, sektor pertanian membutuhkan banyak dukungan pembiayaan meng­ingat anggaran APBN untuk sek­tor tersebut sangat terbatas.

“Saat ini alokasi anggaran un­tuk per­ta­nian hanya sekitar Rp 17 triliun per tahun. Idealnya Rp 24 triliun per tahun jika produksi ingin terus ditingkatkan,” katanya.

Disamping ter­batasnya anggar­an, kata Suswono, permasalahan lain yang di­hadapi sektor perta­nian adalah alih fungsi lahan yang sulit di­bendung.

http://www.rmol.co/read/2014/05/21/156092/Pemerintahan-Baru-Diminta-Kawal-Kedaulatan-Pangan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar