Senin, 19 Mei 2014

Tiga Penyebab Pupuk Subsidi Langka di Pasar

Senin, 19 Mei 2014

Tiga Penyebab Pupuk Subsidi Langka di Pasar  

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia mengungkapkan tiga alasan kelangkaan pupuk subsidi di daerah. Pertama, aksi panic buying atau pembelian secara terburu-buru di kalangan petani. Kedua, pemerintah daerah yang tidak menggunakan kewenangan realokasi. Ketiga, selisih harga antara harga pokok produksi dengan harga eceran tertinggi.

Tiga faktor itu dikemukakan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Udhoro Kasih Anggoro, dan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia, Arifin Tasrif, pada rapat dengar pendapat di gedung DPR RI pada Senin, 19 Mei 2014. (Baca juga : DPR Gelar Rapat Soal Kelangkaan Pupuk)

“Faktor panic buying mendorong petani membeli pupuk melebihi kebutuhan sehingga kuota pupuk terus terserap melebihi kebutuhan,” kata Udhoro.

Petani melakukan panic buying karena terpengaruh isu kelangkaan pupuk subsidi di beberapa daerah. “Padahal, kelangkaan pupuk tidak terjadi di semua daerah,” katanya.

Arifin mengatakan penyerapan yang berlebihan itu dipicu oleh para petani yang tidak tergabung di gabungan kelompok tani. “Petani yang tidak tergabung di kelompok tani cenderung tidak terkontrol pola penggunaan pupuknya karena tidak membuat rencana definitif kebutuhan kelompok terhadap penggunaan pupuk subsidi,” ujarnya. (Lihat juga : Piutang Rp 1,6 T Nyangkut, PT Pusri Cari Pinjaman)

Pemerintah daerah seharusnya bisa mengatasi hal itu bila menggunakan kewenangannya untuk realokasi kuota pupuk. Kondisi itu terjadi karena gubernur atau bupati menghendaki persediaan pupuk di daerahnya selalu tercukupi. “Pemerintah daerah yang telah tercukupi kebutuhan pupuknya tidak ingin persediaannya terganggu. Sehingga ketika diminta menyalurkan ke daerah lain, mereka enggan melakukannya,” katanya.

Kelangkaan juga diperburuk disparitas harga antara harga pokok produksi dengan harga eceran tertinggi yang disebabkan oleh komponen produksi yang terus meningkat, sedangkan harga eceran tertinggi tidak pernah berubah. “Harga eceran tertinggi tidak pernah naik selama lima tahun terakhir, sedangkan harga gas dan bahan baku, misalnya, selalu naik,” kata Arifin. (Berita lain: Polisi Gagalkan Penyelundupan Pupuk Bersubsidi)

Untuk mengatasi selisih harga pokok produksi dan harga eceran tertinggi ini, anggota Komisi Pertanian DPR Siswono Yudo Husodo mengusulkan kenaikan harga eceran tertinggi. Namun, perusahaan pupuk nasional harus bisa menjamin ketersediaannya. “Petani lebih memilih harga agak naik tapi pupuk mudah didapat dibanding harga murah tetapi selalu langka,” kata Siswono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar