Selasa, 04 Agustus 2015

Impor Beras Akal-akalan Oknum Mengeruk Keuntungan: Pemerintah Jilat Ludah Sendiri

Selasa, 4 Agustus 2015

Jakarta, HanTer - Opsi pemerintah yang mendadak ingin melakukan impor beras sebagai antisipasi dampak El Nino langsung mendapat kecaman. DPR menilai kebijakan ini hanya akal-akal dipakai oknum yang ingin mengeruk keuntungan dengan cara melegalkan impor beras.

Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo mengatakan, masalah kekeringan selalu terjadi setiap tahun ini jangan dijadikan peluang oleh pihak pemerintah untuk langsung mengambil kebijakan mengimpor beras. Apalagi, katanya, DPR telah menyepakati revisi anggaran antisipasi El Nino sebanyak Rp880 miliar.

Hasilnya, pemerintah Jumat (31/7/20150) menyatakan produksi pangan terkendali. Bahkan, Kementan mengaku telah mempersiapkan skenario terburuk mengantisipasi dampak kekeringan 2015 dan optimistis produksi pangan aman hingga Desember 2015.

"Nah, jangan sampai gara-gara El Nino ini dipakai oknum-oknum untuk melegalkan impor beras, jangan sampai menteri termakan impor ini. DPR kan telah menyepakati revisi anggaran antisipasi El Nino sebanyak Rp880 miliar. Hasilnya, saya mendapatkan laporan soal situasi produksi pangan yang terkendali," kata Edhy di Jakarta, Senin (3/8/2015).

Tak hanya Edhy, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Maulady pun menyatakan kecaman yang sama. Dia mengingatkan pemerintah agar tidak serta-merta langsung mengambil kebijakan impor beras, meski sejumlah daerah di Indonesia mengalami kekeringan akibat El Nino atau anomali iklim di Samudra Pasifik.

"Pemerintah jangan gegabah membuat kebijakan impor beras karena derajat El Nino itu masih rendah. Pokoknya kita tolaklah impor itu. Jangan karena alasan El Nino. El Nino derajatnya lebih kecil. Data Kementerian Pertanian, lahan-lahan sawah yang terkena puso kan relatif lebih kecil," ujar Viva.

Dia menjelaskan, bencana gagal panen memang bisa menurunkan produktivitas dan volume pertanian. Tetapi stok pangan kini cukup untuk empat bulan mendatang. Maka tidak perlu ada kebijakan impor.

"Saya cek ke Bulog, masih ada cadangan beras pemerintah sekitar dua juta ton. Jadi itu cukup untuk empat bulan," ungkapnya.

Di tengah El Nino sekarang, dia meminta pemerintah agar berusaha menyerap gabah dan beras petani terlebih dahulu. Selain itu juga memaksimalkan daerah yang masih bisa menanam padi atau tidak terdampak El Nino. Selain itu, Viva Yoga juga menyatakan bahwa hal yang harus diperhatikan pemerintah adalah mengenai data.

"Soalnya pernah terjadi pemerintah salah data, sehingga membuat kebijakan impor beras. Kadang-kadang pemerintah malas mensinkronkan data. Motifnya impor tapi datanya berbeda-beda. Contoh kasus 2011, BPS (Badan Pusat Statistik) melansir terjadi surplus beras 7,1 juta ton. Pemerintah impor 9,1 juta ton," sesal dia.

Oleh karena itu, pemerintah diingatkan agar tak terkecoh data. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian harus berkoordinasi sehingga tidak terjadi kesalahan seperti pada 2011.

"Sebaiknya jangan impor. Dibenahi dulu soal penyerapan gabah dan beras petani. Katanya volume beras naik. Buktikan kalau itu naik," pungkasnya.

Sebelumnya, Jumat (31/7/2015) pemerintah sesumbar tidak akan membuka opsi impor pangan meski dampak El Nino membuat produktivitas komoditas pangan, seperti beras, menurun hingga 250 ribu ton.

“Laporan BPS beras masih surplus jadi masih bisa mencukupi kebutuhan nasional. Makanya opsi impor enggak dikeluarkan,” kata Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Perekonomian, Jumat (31/7/2015).

Ia menambahkan, hingga saat ini, kemampuan produksi beras di Indonesia dinilai masih mampu mencukupi kebutuhan konsumsi nasional.

"Belum lihat ke sana (impor), lihat kemampuan produksi kita cukup atau tidak. sejauh ini cukup, tinggal distribusi saja," kata Andrinof.

Kementerian Pertanian menyatakan telah memiliki skenario dampak El Nino terhadap penurunan produksi beras sebesar 500.000 ton gabah kering giling (GKG). Jika skenario ini benar, artinya produksi beras tahun ini sebesar 75 juta ton, lebih rendah dibandingkan Angka Ramalan (ARAM) I yang mencapai 75,55 juta ton.

Kalaupun meleset dari ARAM I, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) Hari Priyono mengatakan, penurunannya tidak akan melebihi dampak El Nino pada 1997 silam. Ditambah lagi, Kementan sudah mengalokasikan sekitar Rp2,8 triliun untuk pembuatan embung dan pompanisasi.


(Risman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar