Kamis, 20 Agustus 2015

Impor dan Kedaulatan Bangsa

Kamis, 20 Agustus 2015

Alhamdulillah, kita harus bersyukur kendati di sejumlah daerah di Indonesia ratusan hektar lahan persawahan terancam puso akibat kekeringan, namun persediaan pangan untuk kebutuhan nasional relatif aman dan tidak perlu mengimpor beras. Kami jamin itu.

Saat ini produksi pangan bahkan mengalami peningkatan hingga kisaran 5,5 juta ton. Tahun lalu sekitar 70,61 juta ton atau setara 45,2 juta ton beras, pada 2015 naik menjadi 75,55 juta ton atau setara dengan 48,34 juta ton beras. Jumlah tersebut meningkat sekitar 7% dari estimasi produksi gabah. Termasuk luar biasa sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Saat ini belum diperlukan impor beras untuk kebutuhan pangan nasional, termasuk pangan lainnya seperti bawang merah, cabai dan lain-lain.

Peningkatan produksi pangan nasional ini tidak lepas dari kerja sama pemerintah daerah, TNI AD dan masyarakat petani yang sinergis, juga bertangungjawab untuk mendukung program kedaulatan pangan dengan bekerja tanpa kenal lelah di lapangan.

Itu beras. Lalu jagung. Pemerintah menyetop sementara impor jagung yang dipakai untuk pakan ternak. Jika dibutuhkan untuk impor, hanya Perum Bulog yang mendapat wewenang untuk melakukannya. Terkait hak eksklusif yang diberikan ke Bulog guna melakukan impor jagung tersebut, memiliki tugas untuk stabilisasi harga bukan untuk menyaingi perusahaan yang sudah ada. Kebijakan penghentian sementara impor jagung ini karena saat ini produksi jagung Indonesia berlimpah bahkan bisa ekspor jagung ke Filipina. Penghentian impor ini sampai situasi kondusif, yakni harga di petani naik, hasil panen petani diserap semua (oleh pasar dalam negeri), dan tidak ada impor lagi.

Payung penghentian impor jagung ditetapkan melalui Instruksi Presiden. Pemerintah juga melakukan verifikasi ketersediaan jagung nasional sebelum memutuskan membuka kembali keran impor jagung.

Nantinya izin impor jagung ini akan diberikan lagi ke perusahaan. Pada prinsipnya kami ingin mengajak pengusaha untuk bermitra untuk tingkatkan perannya ke petani. Supaya tidak impor. Semua harus begerak dari petani, pengusaha, dan pemerintah.

Itulah semangat “stop” impor. Ini dalam rangka mengendalikan impor. Impor jagung untuk semuanya, tidak hanya pakan. Akan diatur Inpres (Instruksi Presiden) pembatasan impor untuk tujuh komoditas strategis yaitu beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, gula dan daging.

Pengendalian impor jagung yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian merupakan upaya melindungi para petani maupun masyarakat sebagai konsumen. Petani nyaman, konsumen nyaman.

Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I 2015 Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung di dalam negeri mencapai 20,67 juta ton pipilan kering jagung. Angka ini tercatat meningkat sekitar 1,66 juta ton atau setara 8,72% dari produksi jagung 2014 yang hanya sebanyak 19,01 juta ton pipilan kering.‎ Penyebabnya, luas panen untuk jagung tahun 2015 bertambah diperkirakan hingga menjadi 160.480 hektar atau bertumbuh 4,18%. Sementara, produktivitas diperkirakan naik 2,16 kwintal per hektar atau naik 4,36%.

Sekarang, daging. Kementerian Pertanian terus melakukan pembenahan terhadap kuantitas impor sapi ke Indonesia. Di mana, jumlah sapi impor menyesuaikan pasokan dan kebutuhan dalam negeri. Seperti diketahui, Indonesia hanya mengimpor sapi Australia sekitar 50 ribu ekor pada Juli hingga September mendatang.

Kementerian Pertanian telah menandatangani rekomendasi pembatasan impor sapi untuk kuartal III-2015 yang hanya 50.000 ekor saja. Kebijakan ini dilakukan untuk membangun kemandirian negara. Lewat kebijakan ini, pemerintah harus melakukan pekerjaan besar dengan swasta untuk menjaga stok sapi dan harga tetap terjaga. Tambahan kuota impor akan dibuka dalam keadaan darurat.

Pemerintah masih konsisten menjalankan kebijakan impor sapi sembari menggenjot produksi dalam negeri agar terus maju. Bahkan dalam waktu dekat, pemerintah akan mendatangkan 30 ribu ekor sapi indukan dan 1.200 ekor bibit sapi dari luar negeri di tahun anggaran 2015. Sapi-sapi indukan  tersebut akan tiba pada akhir Agustus sebanyak 11 ribu ekor.

Saat ini stok sapi di feedlotter atau tempat penggemukan hewan, sebenarnya mencukupi untuk kebutuhan 5 bulan ke depan. Data dua pekan lalu memperlihatkan, ada stok 221.000 ekor sapi di RPH. Per bulan kebutuhan kita 45.000 ekor.

Kementerian Pertanian terus mengebut program sentra peternakan rakyat. Sehingga pemerintah bisa mengukur secara konkret berapa stok sapi yang ada pada peternak di dalam negeri. Yang jelas, langkah ini dilandasi semangat membatasi impor. Tahun ini atau tahun depan akan segera dianggarkan untuk impor 500.000 ekor sapi indukan supaya batasi impor bakalan, juga supaya tidak ada depopulasi.

Yang pasti, saat ini kami menyiapkan beberapa program untuk mempercepat capaian target swasembada daging sapi pada 2019. Kementerian Pertanian mencanangkan 211 Sentra Peternakan Rakyat (SPR) mampu memberdayakan ribuan petani beserta ternaknya dalam satu kawasan.  Kami ingin berupaya tekan impor dengan memberdayakan peternak lewat Sentra Peternakan Rakyat ini.

Saat ini sudah terbentuk 11 SPR di Indonesia. Kawasan yang akan menjadi sentra disyaratkan terdapat minimal 500 orang peternak sapi, mencakup sapi perah maupun sapi potong. Dengan jumlah sapi tidak kurang dari 1.000 ekor. Program tersebut nantinya meliputi sebuah kawasan dan dibuat organisasi yang beranggotakan para peternak sapi termasuk ada Dewan Pengurus Peternakan.

Kami ingin buat manajemen peternakan rakyat yang bagus. Peternak diajari budidaya yang benar sampai soal manajemen pemasaran yang canggih. Saya mengharapkan para peternak punya ilmu mulai dari beternak hingga teknik pemasaran yang mumpuni. SPR ini seperti tempat sekolah sekaligus organisasi bagi peternak rakyat.

SPR juga dicanangkan untuk membenahi rantai distribusi pemasaran sapi yang selama ini belum tertata. Nantinya diharapkan sapi bisa dibuat satu harga berdasarkan bobot sapi. Ada dewan pengurus peternakan dan 76 asosiasi akan kami atur supaya lebih tertata dan jumlahnya tidak sebanyak saat ini.

Selain itu, disiapkan program integrasi antara sapi dengan sawit. Yaitu menggabungkan antara peternakan dengan perkebunan sawit. Juga ada uji coba angkutan kapal ternak dari kementerian perhubungan untuk angkut ternak dari sentra sapi di NTB, NTT ke Jawa dan daerah lain.

Pembatasan impor pada komoditas-komoditas ini, hakikatnya adalah semangat saya beserta jajaran Kementerian Pertanian secara khusus untuk membentuk bangsa yang mandiri, mampu memberi makan anak bangsanya sendiri, merdeka, bebas menentukan apa pangan terbaik untuk rakyatnya. Setidaknya meskipun impor masih ada, jumlahnya tidak banyak dan tidak menggempur petani kita di saat panen raya. Semoga saja cita-cita mulia ini segera terwujud, demi wujud sebenarnya akan nilai kemerdekaan negeri ini. Dirgahayu negeriku: merdeka!

http://mail.tabloidsinartani.com/read-detail/read/impor-dan-kedaulatan-bangsa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar