Senin, 24 Agustus 2015

Penghasil Pangan yang Belum Sejahtera

Senin, 24 Agustus 2015

Musim kemarau paling dinanti petani rawa-rawa atau sawah lebak di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Di puncak kemarau inilah, mereka dapat menikmati panen padi yang cuma sekali setahun. Berperan sebagai penghasil pangan kala kering melanda, tetapi mereka rata-rata masih jauh dari sejahtera.
Seorang buruh tani sedang memanen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di tengah puncak kemarau di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak tahun ini turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Seorang buruh tani sedang memanen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di tengah puncak kemarau di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak tahun ini turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

M Nur (59) menuntun sepeda tuanya melintasi hamparan sawah menghijau, Minggu (9/8). Sepeda itu dibebani dua karung berisi pupuk. Di usianya yang tak lagi muda, Nur masih rajin bergelut dengan teriknya mentari untuk merawat sawahnya.

"Sawah harus ditambah pupuk sebab kurang air," kata Nur saat ditemui di persawahan di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin.

Keluarga Nur memiliki dua hektar sawah lebak, yang dia garap bersama anak-anaknya. Tahun ini kemarau datang lebih cepat. Ia mulai menanam padi Mei lalu atau lebih awal sebulan dari biasanya karena air sudah surut dan hujan tak lagi datang. Beberapa bulan ini, hujan nyaris tak pernah turun. Hanya pada awal Agustus hujan turun cukup deras. Kondisi itu membuat tanaman padinya tumbuh lebih kecil dari biasanya.

"Saat berumur sebulan, tak terkena hujan lagi, padahal kami sudah berusaha kejar tanam lebih awal, tetap saja kurang air," kata Nur.

Ia berusaha menyelamatkan panen dengan menggunakan pompa air dan menambah pupuk. Untuk sewa pompa air dengan tarif Rp 250.000 semalam, ia menghabiskan Rp 1 juta per hektar. Ia juga menambah pupuk senilai Rp 200.000 per hektar. Namun, upaya itu tak membuat padi tumbuh normal.

Ia memperkirakan hasil panennya yang kira-kira sebulan lagi akan turun dari biasanya. Tahun lalu, ia memperoleh 5 ton gabah kering panen (GKP) dari satu hektar sawah. "Tahun ini bisa dapat 3 ton saja sudah sangat bersyukur," ujarnya.

Ratusan hektar sawah lebak di Rambutan mulai ditanami pada awal kemarau, biasanya bulan Juni. Pada musim hujan, sawah terendam air dan terbenam menjadi rawa-rawa selama enam bulan. Biasanya mulai Desember lahan tak dapat digarap. Air mencapai kedalaman hingga 1,5 meter hingga Maret, dan perlahan menyusut setelahnya.

Selama ini, Nur dan para petani lebak di Rambutan tak punya pilihan lain selain mengikuti siklus alam itu. Ketiadaan saluran irigasi dan pintu air membuat pengaturan air tak dapat dilakukan. Akibatnya, para petani lebak baru bisa panen sekali setahun. Saat tak dapat menanam sawah, Nur mencari nafkah dengan bekerja serabutan, salah satunya menjadi buruh bangunan di Kota Palembang.

Bahkan, beras hasil panen mereka pun kadang tak memadai untuk kebutuhan rumah sendiri. Petani lebak di Sungai Dua, Maya (46), mengatakan, beras hasil panen biasanya habis pada bulan Desember. Dengan turunnya panen tahun ini, ia memperkirakan beras akan lebih cepat habis. "Setelah itu kami terpaksa beli beras juga," kata ibu dua anak itu.

Tahun ini, sawah lebak milik Maya seluas 0,75 hektar hanya menghasilkan 2,5 ton gabah basah dari biasanya sekitar 4,3 ton. Selain kekurangan air, buruknya panen tahun ini juga karena serangan hama pianggang (walang sangit) dan kepik hitam.
Kaum ibu di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah menjemur gabah hasil panen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di puncak kemarau, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Kaum ibu di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah menjemur gabah hasil panen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di puncak kemarau, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Maya mengatakan, saat kemarau panjang dan kering, serangan hama meningkat. Pengeluaran pun bertambah untuk membeli pembasmi hama. Pada musim tanam kali ini, ia menghabiskan biaya Rp 3,5 juta untuk mengolah sawahnya. Modal tanam itu ia peroleh dari utang.

Maya dan keluarga belum dapat menggantungkan penghidupan dari bertani yang panen sekali setahun. Suaminya, Sudarto (48), bekerja sebagai buruh serabutan.

Harga gabah dan beras pun kerap jatuh saat panen melimpah. Berbagai kondisi ini kerap membuat petani patah semangat, apalagi di sawah lebak yang panen sekali setahun. "Kalau ada pekerjaan lain, saya tak ingin bertani lagi. Hasilnya kerap tak sebanding dengan biaya dan tenaga," kata Jumat (60), petani lebak di Sungai Dua.

Bantuan

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumsel Erwin Noorwibowo mengatakan, sekitar 100.000 hektar sawah lebak di daerahnya akan panen pada Agustus hingga awal Oktober. Sawah-sawah itu terdapat di Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Ogan Ilir.

Sumsel memiliki sekitar 400.000 hektar sawah lebak, yang tiap tahun jadi kantong penghasil beras di musim kemarau. Namun, baru tahun ini sawah lebak di Sumsel mendapat perhatian pemerintah pusat.

Lewat program upaya khusus peningkatan pertanian pangan, pemerintah pusat dan daerah menjanjikan bantuan menanam yang kedua di bulan September mendatang kepada para petani lebak di Rambutan.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang pernah berkunjung ke Rambutan, juga telah mengucurkan dana dari Kementerian Pertanian untuk pembangunan irigasi dan pintu air di kawasan itu. Menurut rencana, pada awal tahun jaringan irigasi akan dibangun untuk sawah lebak seluas 24.500 hektar di Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin. Pembangunan jaringan irigasi ini dianggarkan Rp 125 miliar dari dana APBN 2015.

Ini menjadi harapan baru bagi petani lebak untuk meningkatkan kesejahteraan dari sawah. Maya begitu bersemangat, tahun ini untuk pertama kalinya ia akan mencoba menanam dua kali dalam setahun. "Katanya September ini ada bantuan modal. Pintu air juga akan dibangun," katanya.

Para petani lebak di Sumsel pun menanti janji.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150824kompas/#/1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar