Sabtu, 21 September 2013

Kebijakan Tak Memihak Petani

21 September 2013

Keterpaduan Antarmenteri Minim

BANDUNG, KOMPAS — Kebijakan ataupun aturan hukum di bidang pertanian dinilai tidak menguntungkan bagi petani dan masyarakat pedesaan yang umumnya bergantung pada usaha pertanian. Pemerintah juga tidak tanggap dalam menyikapi lemahnya kedaulatan pangan.

Hal itu mengemuka dalam acara bedah buku berjudul Pengantar Hukum Pertanian yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (20/9). Diskusi menghadirkan dua pembicara, yakni penulis buku Koerniatmanto Soetoprawiro dan dosen tetap Fakultas Hukum Unpar, Bandung, Tristam Pascal Moelion.

Menurut Koerniatmanto, hukum-hukum di bidang pertanian di Indonesia justru makin membuat petani dan nelayan miskin. Mereka tak memiliki akses terhadap lahan dan air yang selama ini menjadi alat-alat produksi mereka di bidang pertanian
dan perikanan. ”Petani dan nelayan merupakan bagian masyarakat yang paling miskin. Undang-undang sekarang cenderung mengabaikan mereka,” katanya.

Soal benih, misalnya, petani tidak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan benih sendiri. Padahal, petani secara turun-temurun dan melalui pengalaman bertahun-tahun mampu membuat benih sendiri. Ironisnya, ketika upaya mandiri itu dilakukan, petani dihadang oleh sejumlah peraturan dan UU yang membatasi ruang gerak mereka. Benih mereka dinilai ilegal.

”Beberapa pihak mengklaim benih padi jenis tertentu adalah hasil penelitian dan pengembangan mereka. Padahal, itu adalah hasil pengembangan petani sendiri. Di sisi lain petani kian bergantung pada benih, pupuk, dan obat-obatan produksi pabrik. Tata niaga sarana produksi ini juga belum ada yang mengatur,” ujarnya.

Dalam bukunya, Koerniatmanto juga menyikapi secara kritis privatisasi air minum. Donor asing melalui Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, kata Koerniatmanto, berperan menekan kesepakatan-kesepakatan di balik privatisasi air minum di Indonesia. ”Padahal, air waduk itu utamanya adalah untuk pengairan pertanian,” ujarnya.

Tristam Pascal Moeliono berpendapat, hukum dan UU berperan besar untuk mengupayakan kesejahteraan bagi petani. Hukum mengatur tentang siapa yang boleh mengakses, memiliki, dan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia. Selanjutnya hukum juga memberikan batasan-batasan sejauh mana kepemilikan atas sumber daya alam itu bisa digunakan.

”UU dan hukum soal pertanian sudah banyak tersedia. Hanya saja implementasinya yang lemah,” ujarnya.

Di dalam pemerintahan juga tidak ada kepaduan antarmeneteri. Misalnya antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum mempersoalkan infrastruktur pertanian. ”Tidak ada arah atau komando yang jelas ke mana pertanian
ini akan dibawa,” kata Tristam.

Di Jakarta, Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mengapresiasi langkah Kementerian Perdagangan melaksanakan operasi pasar kedelai di Jakarta, Jumat kemarin.

Akan tetapi, diharapkan pemerintah pusat segera melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Untuk Pengamanan Harga dan Penyaluran Kedelai.

”Kenapa perpres itu terus ditunda ? Padahal, dasar hukumnya sudah jelas,” kata Sekretaris Jenderal Gakoptindo Suyanto, kemarin. (NEL/K06/REK)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/130921kompas/#/19/






Tidak ada komentar:

Posting Komentar