Jumat, 20 September 2013

Pengelolaan Pertanian Tak Serius

20 September 2013

Diperlukan Terobosan Untuk Menciptakan Ketahanan Pangan

JAKARTA-Kebijakan impor pangan seharusnya tidak perlu diterapkan apabila pemerintah bersungguh-sungguh mengelola sektor pertanian nasional. Dana yang dikeluarkan untuk impor pangan yang diperkirakan lebih dari 100 triliun rupiah seharusnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur pertanian di pedesaan dan pembangunan atau perbaikan irigasi dan lainnya.

Ketua Bidang Kajian Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia, Achmad Yakub mengatakan, sejak bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Dana Moneter Internasional (IMF), pemerintah Indonesia dengan mudah mengeluarkan kebijakan impor pangan. "Anehnya importirnya sebagian besar swasta. Akibatnya Bulog menjadi ‘banci'," tambahnya.

Dia mencermati bahwa pada 1990 (sebelum Indonesia bergabung dengan WTO dan IMF) impor kedelai nasional hanya sebesar 541 ton. Sedangkan pada Januari-Juli 2013 (dalam posisi Indonesia sudah bergabung dengan WTO dan IMF) total impor kedelai nasional sudah sebanyak 1,1 juta ton atau senilai 6,7 triliun rupiah.

Berdasarkan catatan Ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, saat ini dana untuk impor pangan telah melebihi 100 triliun rupiah.

Secara terpisah, konsultan pertanian dari IPB, Farid Bahar mengingatkan perlunya pemerintah membuat strategi produksi pangan yang tepat agar Indonesia tidak lagi mengimpor komoditas pangan. Apalagi kebijakan impor hanya menguntungkan dan memperkaya petani negara lain.

Dia menilai bahwa pemerintah belum memiliki strategi produksi pangan nasional yang tepat. Akibatnya, impor sejumlah komoditas pangan masih harus dilakukan. Di sisi lain pendapatan petani masih tetap rendah.

Akibat tidak adanya strategi produksi pangan yang tepat, kata dia, Indonesia bahkan tidak memiliki stok pangan nasional untuk satu tahun, sehingga jika terjadi bencana alam yang besar, misalnya, maka pemerintah dan rakyat pasti akan kelabakan.
Sampai sejauh ini Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan silih berganti seperti beras, gula, garam, bawang, daging, cabai, dan kedelai.

"Ketergantungan impor pangan semakin besar. Kekisruhan ini terjadi karena pasokan dan permintaan tidak berimbang akibat belum adanya strategi produksi pangan nasional yang tepat. Indonesia mengimpor jenis komoditas yang sesungguhnya dapat diproduksi dengan mudah," paparnya.

Kurang Perhatian

Farid Bahar yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar pada Dewan Jagung Nasional itu juga mengatakan, pemerintah di negara-negara maju, bahkan di beberapa negara berkembang seperti Thailand dan Brasil memberikan perhatian serius terhadap sektor pertanian dan peningkatan pendapatan para petaninya, bahkan reasuransi sampai 65 persen ditutup oleh Pemerintah.

Di negara-negara itu perbaikan lahan dan pembangunan infrastruktur pertanian dilakukan secara sungguh-sungguh oleh Pemerintah. Selain itu teknologi maju di bidang pertanian dipermudah dan didukung, sehingga tercapai produktivitas tinggi dan biaya rendah.

Selain itu, hasil panen para petaninya dibeli pemerintah dengan harga yang pantas. Lalu kelebihan produksi dijadikan stok dan diekspor. "Ini semua berbeda dengan yang berlaku di Indonesia," tambahnya.

Direktur Lembaga Penelitian, Pengabdian, dan Pemberdayaan Masyarakat (LP3M) Institut Teknologi Indonesia, Abu Amar, mengatakan diperlukan sejumlah terobosan menciptakan ketahanan pangan ke depan. Namun yang paling penting, dalam mewujudkan ketahanan basisnya harus berbahan baku lokal.

Karena itu, kata dia, yang harus dioptimalkan adalah produktivitas lahan-lahan pertanian produktif. Disamping itu, kebijakan menciptakan lahan pertanian baru harus terus dilakukan. Dan tak kalah penting yang harus terus dilakukan adalah diversifikasi pangan, serta jaminan kesejahteraan bagi petani produsen.

"Berbagai upaya ini tentu membutuhkan sinkronisasi kebijakan antar kementerian atau lembaga dan sektor terkait," kata dia.

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PAN, Viva Yoga Mauladi, mengatakan kedaulatan pangan bagi Indonesia masih jauh dari harapan. Sebab hingga sekarang, kebijakan sektor pertanian yang dilansir pemerintah masih belum mendukung terwujudnya kedaulatan pangan. "Baik dari sisi dukungan anggaran, kebijakan yang terintegrasi dan berpihak pada pertanian hingga kebijakan yang pro pada perlindungan dan kesejahteraan petani," katanya. ags/man/Ant/E-3

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/129184

Tidak ada komentar:

Posting Komentar