Senin, 23 September 2013

Menikmati Manisnya Nanas Blitar

23 September 2013

Oleh: Defri Werdiono

Sesuai namanya, queen (ratu), nanas yang banyak dibudidayakan oleh warga Blitar utara, Jawa Timur, ini memiliki rasa manis. Komoditas yang telah lama menjadi salah satu sumber pendapatan warga di Kabupaten Blitar itu berkembang baik sepanjang tahun meskipun di lahan pasir yang kering.

Selama puluhan tahun sebagian warga yang menghuni kaki Gunung Kelud di Blitar itu membudidayakan nanas. Buah yang banyak mengandung serat itu mengisi pekarangan rumah dan menjadikannya sebagai salah satu sumber pendapatan keluarga.

Roni (53) sibuk menyiangi rumput yang tumbuh di sela tanaman nanas beberapa saat lalu. Meski telah bersinggungan dengan tanaman buah yang memiliki kulit tebal itu lebih dari 25 tahun, warga Desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, Blitar, itu tetap mengenakan sarung tangan untuk melindungi kulitnya dari sengatan duri kecil yang ada pada nanas.

Sesekali ia mengibaskan pakaian untuk mengusir debu tebal yang menempel. Kebun nanas itu berada di tepi jalan utama desa. ”Ini kebun orang lain. Saya hanya menggarap. Hasilnya dibagi dua,” ujarnya.

Roni mengatakan, luas kebun yang digarapnya itu sekitar 2.500 meter persegi. Lahan seluas itu bisa menampung hingga 10.000 batang nanas. Selain menggarap lawan milik orang lain yang disewanya itu, ia juga memiliki lahan sendiri seluas 7.500 meter persegi. Lahan itu ditanami nanas dan kelapa. Jika semua tanaman nanas berbuah serempak dan panen, dia bisa memetik tak kurang dari 35.000 buah nanas.

Umur tanaman nanas cukup panjang. Biasanya nanas mulai berbunga pada bulan ke-13 dan memasuki musim panen pada umur 19 atau 20 bulan. Satu tanaman hanya menghasilkan satu buah.

Merawat buah yang kaya vitamin C ini tak sulit. Pemupukan cukup dilakukan tiga kali selama tanaman itu tumbuh, salah satunya beberapa minggu sebelum panen dengan tujuan untuk menyeragamkan buah. Nanas tidak membutuhkan banyak air sehingga ada sebagian petani di Blitar yang baru memulai tanam di tengah musim kemarau.

Menurut Roni, mengacu pada pengalamannya, dengan harga nanas Rp 900-Rp 2.000 per buah tergantung ukuran, kemungkinan hasil panen yang diperoleh dari lahan yang dikelolanya itu tak kurang dari Rp 9 juta. Setelah dikurangi biaya produksi sekitar Rp 600.000, keuntungan yang didapatkan paling sedikit Rp 8,4 juta.

”Saya mendapatkan separuhnya. Setengah yang lain menjadi milik orang yang memiliki lahan. Besar keuntungannya pun menyesuaikan harga pasar. Apabila harga nanas di pasaran naik, keuntungannya tentu juga semakin besar,” katanya. Harga nanas yang paling tinggi yang pernah ia rasakan adalah Rp 3.500 per buah.
Tumpang sari

Pada waktu yang hampir bersamaan, Jais (49), warga Desa Sidorejo, Kecamatan Ngegok, Blitar, juga sibuk membersihkan lahan nanas yang baru dipanen beberapa minggu lalu. Dia juga menanam nanas secara tumpang sari dengan pepaya dan kelapa. Ia juga memanfaatkan sebagian dari luas total lahannya yang mencapai 8.000 meter persegi untuk beternak ayam petelur.

Menanam nanas secara tumpang sari, menurut Jais, memiliki keuntungan berganda. Pepaya, misalnya, dari 100 pohon yang dimilikinya bisa diperoleh sekitar 200 kilogram (kg) buah sekali panen. Dengan harga Rp 2.000 per kg, uang yang dihasilkan dari pepaya saja mencapai Rp 400.000 untuk sekali panen. Padahal, pepaya bisa dipanen beberapa kali dalam setahun. Tambahan pendapatan ini, selain yang utama dari nanas, belum termasuk dari gula kelapa yang saat ini harganya mencapai Rp 9.200 per kg.

”Pendapatan utamanya tetap dari nanas. Akhir-akhir ini, banyak warga di desa ini bisa membangun rumah bagus lantaran hasil dari nanas,” kata Jais. Ia menyebutkan, biaya untuk kedua anaknya yang berkuliah di Kota Malang, Jatim, juga berasal dari hasil menanam nanas.

Nanas telah lama berkembang di Blitar utara. Warga memilih menanam nanas lantaran komoditas itu paling cocok dengan kondisi tanah yang berpasir dan kering.

Khoirul, warga Desa Kebonduren, Kecamatan Ponggok, Blitar, menambahkan, selain nanas kini warga juga mulai mengembangkan buah lain, seperti belimbing manis. Blitar adalah penghasil sejumlah buah-buahan andalan Jatim, termasuk durian, melon, dan avokad.

Sesuai catatan Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, nanas dari kabupaten itu memiliki ciri khas yang berbeda dengan nanas dari daerah lain. Salah satunya ukuran buah yang tidak begitu besar, beratnya sekitar 1 kg, dan memiliki rasa manis. Luas lahan nanas di Blitar diperkirakan mencapai 5.000 hektar. Penghasil komoditas itu adalah Kecamatan Ponggok,
Nglegok, Gandusari, Srengat, dan Udanawu.
Kawasan pengganti

Mengenai perkembangan tanaman nanas, sejak tahun 2010 wilayah Blitar dan kabupaten tetangganya, Kediri, menjadi kawasan pengembangan oleh Kementerian Pertanian. Penunjukan kawasan itu dilakukan sebagai pengganti dari lokasi sebelumnya di Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang dianggap kurang maksimal.

”Dari Subang digeser ke Blitar dan Kediri. Pertimbangannya karena di sini teknologinya dinilai lebih memungkinkan untuk pengembangan komoditas nanas. Teknologi itu maksudnya adalah sekali tanam langsung dibongkar,” ujar Wawan Widianto, Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, yang didampingi Kusbandono, Staf Pembenihan Hortikultura.

Menurut mereka, sejak tahun 2011 mulai dikembangkan varietas nanas smooth cayene di lahan baru seluas 25 hektar. Saat ini, luas tanaman nanas jenis itu telah mencapai 50 hektar. Smooth cayene merupakan komoditas yang dianggap lebih menjual untuk ekspor lantaran bentuk fisiknya lebih besar, kandungan airnya lebih banyak, serta rasanya manis agak masam.

”Smooth cayene untuk pasar ekspor. Namun, sejauh ini produksinya belum banyak. Adapun varietas yang lama, queen, ada pasarnya tersendiri. Nanas jenis ini banyak dikirim ke sejumlah kota di Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Semarang, Balikpapan, dan beberapa daerah di Sumatera,” kata Wawan.

Dalam rangka pengembangan selanjutnya, kata Wawan, Dinas Pertanian bersama Kementerian Pertanian dan Institut Pertanian Bogor (IPB) bermaksud mengintroduksi varietas middle diamond asal Kosta Rika. Ada eksportir yang membawa bibit itu ke Blitar dan saat ini masih dalam penelitian.

Nanas lokal dari Blitar utara memang lebih banyak mengisi pasar buah tradisional. Saat ini, petani yang aktif membudidayakan nanas di Blitar sekitar 400 orang dan mereka tak lagi hanya memikirkan pasar lokal, tetapi juga pasar ekspor.

http://epaper.kompas.com/kompas/books/130923kompas/#/23/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar