Minggu, 22 September 2013

Program Ketahanan Pangan Indonesia Rapuh

22 September 2013

DENPASAR, Inspirasi Bangsa (22/9)— Pakar agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Jember Dr. Ir. Yuli Hariyati menilai program ketahanan pangam yang dicanangkan pemerintah RI sangat rapuh. Akibatnya, swasembada pangan yang ditargetkan tahun 2014 terancam gagal. Hal itu dikatakan Yuli Hariyati dalam seminar nasional “Peranan Agrobisnis dan Agroindustri serta Antisipasi Perubahan Iklim Terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan dan Kemandirian Energi” yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa Denpasar, Sabtu (21/09).
Menurut Yuli, untuk memenuhi kondisi ketahanan pangan salah satunya adalah peningkatan ketersediaan pangan pokok. “Pemerintah telah mencanangkan tahun 2014 akan dicapai swasembada jagung, gula, dan daging sapi serta surplus 10 ton untuk beras. Tapi melihat kondisi selama 2013 ini, rasanya swasembada pangan itu akan sulit tercapai, jika tidak mau dikatakan gagal,” kata Yuli.
Menurut Yuli kapasitas produksi yang terbatas disebabkan petani menghadapi berbagai kendala. Yakni, lambatnya penemuan dan pemesyarakatan teknologi inovasi, rendahnya insentif finansial untuk menerapkan teknologi secara optimal, ketidakpastian penyediaan air untuk produksi pangan karena rusaknya lebih dari 50 % prasarana pengairan, terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian, dan meningkatkanya jumlah petani gurem (luas garapan < 0,5 ha) dari 10,7 juta menjadi 13,3 juta kepala keluarga.
Akibat terbatasnya kapasitas produksi maka Indonenesia sangat tergantung dari impor pangan. Kalau begini kondisinya maka ketahanan pangan kita sangat rapuh. Begitu ada gejolak pasar luar negeri, kita akan kelimpungan sendiri," tegasnya.
Kata Yuli, faktor penyebab Indonesia ketergantungan impor pangan adalah perubahan iklim yang tidak mendukung sektor pertanian, sempitnya lahan pertanian sebagai dampak koversi lahan, mahalnya biaya transportasi, dan kebijakan pemerintah seperti deregulasi, praktek privatisasi dan liberalisasi. "Padahal, ketergantungan impor yang tinggi dapat membahayakan ketersediaan dan harga pangan domestik," ujarny. "Apalagi, kenaikan harga pangan dunia lebih banyak disebabkan oleh persengkokolan antara kartel pangan dan penguasa sistim keuangan internasional. Kartel pangan telah menguasai ekspor dan impor pangan utama, yang berdampak pada kebijakan pertanian dan pangan di berbagai negara, terutama negara berkembang seperti Indonesia," tukasnya. Data tahun 2010 menunjukkan, rangking lima produk pangan yang masih sangat tergantung pada impor adalah gandum (4.810.539 ton), kedelai (4.609.380 ton), gula (1.785.569 ton), jagung (1.527.516 ton), dan beras (686.108 ton)
Yuli Hariyati membeberkan, penduduk Indonesia merupakan pemakan beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan konsumsi China yang hanya 90 kg, Thailand 100 kg dan Philipina 100 kg. Hal ini mengakibatkan kebutuhan beras Indonesia menjadi tidak terpenuhi jika hanya mengandalkan produksi dalam negeri sehingga harus diimpor dari negara lain.
Untuk menjamin ketahanan pangan, solusi yang ditawarkan Yuli ada dua hal. Pertama, meningkatkan produksi padi nasional hingga mencapai swasembada nasional. Caranya dengan memberikan insentif kepada petani padi, perbaikan irigasi, tersedianya pupuk murah dan mengurangi biaya transportasi. Kedua, memperbaiki pola konsumsi dengan mengubah komposisi makanan sumber karbohidrat untuk mengurangi konsumsi beras per kapita.
Menurut Yuli Hariyati, gejolak ketersediaan dan fluktuasi harga pangan di Indonesia menuntut keseriusan pelakunya, baik petani, pemerintah, maupun lembaga penunjang lainnya guna terciptanya kondisi harmonisasi antara agrobisnis dan agroindustri. Dikatakan, agrobisnis meliputi kegiatan on farm dan off farm. Kegiatan on farm yakni budidaya tanaman. Kegiatan off farm yakni kegiatan pasca produksi yang terdiri dari kegiatan agro industri (hulu dan hilir), peran lembaga penunjang serta pemasaran hasil. (Rahman)

http://inspirasibangsa.com/program-ketahanan-pangan-indonesia-rapuh/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar