Senin, 23 September 2013

Swasembada Kedelai Hanya Soal Kemauan

22 September 2013

TEMPO.CO, Jember--Upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan impor kedelai, dinilai hanya soal kemauan. Sebab menurut peneliti dan dosen Fakultas Pertanian Universitas Jember,  Suyono MS, keinginan dan upaya pemerintah mewujudkan swasembada kedelai selama ini hanya retorika belaka.

"Swasembada kedelai sebenarnya hanya tinggal keseriusan untuk melaksanakan. Kita punya lahan luas, teknologi dan sumber daya manusia. Sungguh-sungguh atau tidak untuk merdeka dan berdaulat di bidang pangan, termasuk kedelai," ujar dia, Minggu, 22 September 2013.

Ahli kedelai itu menambahkan, harga kedelai yang melambung hingga menembus harga Rp 9 ribu hingga Rp 10 ribu perkilogram, merupakan harga tertinggi sepanjang sejarah harga kedelai di Indonesia. Dalam kasus itu, kata dia, menunjukkan Indonesia masih belum siap menghadapi gejolak ekonomi dunia karena masih bergantung pada impor.

Menurut dia, ada tiga hal yang menyebabkan terus meningkatnya impor kedelai. Pertama, kebutuhan kedelai terus meningkat baik untuk keperluan bahan pakan maupun industri makanan. Kedua masih rendahnya produktivitas kedelai nasional dengan rata-rata hanya sekitar 1,1 ton per hektar. "Ketiga, kebijakan pemerintah tidak konsisten dalam melakukan upaya swasembada," katanya.

Kebutuhan nasional kedelai Indonesia sekitar 2,5 hingga 2,7 juta ton setiap tahun. Sedangkan produksi nasional hanya berkisar 700 ribu hingga 800 ribu ton per tahun. "Hanya  memenuhi 30 persennya saja. Sedangkan yang 70 persen dipenuhi oleh kedelai impor terutama dari Amerika," kata dia.

Kedelai varietas Baluran dan Merubetiri temua Suyono, sudah "dilepas" Menteri Pertanian Bungaran Saragih pada April 2002. Temuan itu dinilai telah teruji di banyak lokasi, dan menghasilkan hasil panen diatas 2 ton per hektar. Potensi hasil varietas Baluran 2,5-3,5 ton per hektar, sedangkan Merubetiri 2,5-3,0 ton per hektar. "Tapi kemudian kebijakan rencana swasembada berubah-ubah, jadinya nggak karuan lagi," kata Suyono yang kini mengembangkan kedelai dan padi di kawasan Food Estate di Bulungan-Kalimantan Timur itu.

Mirfano, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Jember mengatakan pemerintah telah mengeluarkan tiga kebijakan terkait kedelai yakni membebaskan bea masuk atau cukai atas kedelai impor, penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP), dan menjaga kestabilan harga. "Tapi kebijakan itu tidak efektif menyelesaikan masalah kedelai dari hulu sampai hilir," kata dia.

MAHBUB DJUNAIDY

http://www.tempo.co/read/news/2013/09/22/092515612/Swasembada-Kedelai-Hanya-Soal-Kemauan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar