Rabu, 18 September 2013

Usaha Bertani Mulai Mengendur

18 September 2013

Sensus Pertanian 2013 I Pemanfaatan Hasil Sensus Harus Berkesinambungan

Dalam dekade terakhir, keberadaan petani mulai sedikit bergeser menuju ke pertanian modern. Hal ini terlihat dari data BPS yang dilansir kemarin bahwa produksi pertanian yang terus menanjak tidak diimbangi dengan pertumbuhan jumlah petani. Bahkan, jumlah petani mengalami penurunan secara bertahap.

Salah satunya fenomena yang terjadi dalam data BPS, yakni meningkatnya produksi pertanian, khususnya padi dan jagung, meskipun jumlah petani terus mengalami penyusutan.Tercatat ada penyusutan jumlah petani setiap tahunnya itu sebesar 1,7 persen atau secara keseluruhan dari 31,17 juta rumah tangga petani tahun 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga di tahun 2013, atau hilang 5,07 juta rumah tangga petani.

"Walaupun jumlahnya turun tetapi produksi produk pertanian seperti padi dan jagung meningkat," ungkap Kepala BPS, Suryamin, saat diskusi Sensus Pertanian 2013, di Bogor belum lama ini.

Menurut hasil Sensus Pertanian tahun 2013, untuk produksi padi sebesar 69,27 juta ton atau meningkat 3,29 persen per tahun. BPS mencatat produksi padi di 2003 hanya 52,14 juta ton. Sementara itu, untuk jagung produksi di 2013 mencapai 18,84 juta ton, atau meningkat bila dibandingkan tahun 2003 yang produksi jagungnya hanya 10,89 juta ton. Produksi jagung meningkat 7,16 persen per tahun.

"Sehingga share pertanian dalam PDB mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi dari 14,3 persen tahun 2004 menjadi 15,04 persen tahun 2013," papar Suryamin.

Sementara itu, BPS juga mencatat presentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang tahun 2004 (43,33 persen) menjadi 39,96 juta orang pada tahun 2013."Ini menunjukan produktivitas di sektor pertanian mengalami peningkatan," kilahnya.

Suryamin menjelaskan untuk tahun ini, pihaknya akan melakukan survei di 33 provinsi, 497 kota/kabupaten, 6.793 kecamatan, dan 79.075 desa/kelurahan. Survei melibatkan ratusan ribu petugas dengan dibantu rekrutan BPS lainnya.

"Jumlah blog sensus 658.557 dengan jumlah petugas 245.412. Ada beberapa mitra statistik juga yang kita rekrut dengan jenjang pendidikan minimal SMA dan terus kita latih agar bisa melakukan survei," imbuhnya.

Suryamin meyakini data hasil Sensus Pertanian 2013 memiliki tingkat validitas yang baik, sehingga bisa menjadi masukan kementerian/lembaga terkait untuk menentukan kebijakan.

"Pengolahan datanya juga cukup lama semua lokasi kita olah hingga akhir tahun nantinya yang lebih detail angkanya. Kemudian hasilnya kita berikan kepada presiden dan K/L (kementerian/lembaga) terkait, salah satunya Kementan, Bappenas, Kemendag untuk menentukan kebijakan," paparnya.

BPS melakukan ST 2013 dalam tiga tahap. Tahap yang pertama adalah pencacahan lengkap usaha pertanian yang dikelola di rumah tangga, perusahaan berbadan hukum, dan usaha pertanian lainnya (pesantren, seminari, kelompok usaha bersama, tangsi militer, lembaga pemasyarakatan, dan lain-lain yang mengusahakan pertanian) pada Mei 2013.

Tahap kedua adalah pencacahan survei pendapatan rumah tangga usaha pertanian pada November 2013 dan tahap terakhir adalah pencacahan survei struktur ongkos komoditas pertanian strategis di setiap subsektor pertanian pada bulan Mei – Oktober 2014.

Tahap ketiga inilah yang mendata pembiayaan secara lebih terperinci, mulai dari penanaman hingga output. Pemerintah jadi lebih bisa menentukan harga jual komoditas yang tepat bagi petani.

Kesatuan Terintegrasi

Pengamat ekonomi pertanian, Bustanul Arifin, mengingatkan bahwa Sensus Pertanian tersebut jangan hanya menjadi data-data begitu saja tanpa diolah lebih lanjut.

"Sensus Pertanian supaya bermanfaat perlu terhubung dengan sensus-sensus sebelumnya. Jadi ada keberlanjutan kebijakan. Keberlanjutan itu penting karena keburukan kita adalah tidak pernah belajar apa yang menyebabkan seperti ini," kata Bustanul.

Bustanul mencontohkan kedelai pernah berhasil berproduksi dengan kemampuan teknologi, sumber daya. Hanya saja, sejak 1998, muncul ketentuan tarif impor kedelai menjadi nol. Hal kedua yang dikritisi Bustanul dari Sensus Pertanian seharusnya pemutakhiran data juga mengikutkan perusahaan pertanian.

"Lakukan update direktori perusahaan, yaitu sensus mulai dari seberapa luas lahan sampai kepada seberapa banyak produksi. Harus ada teknik lain yang digunakan oleh BPS karena tidak semua perusahaan mudah melakukan itu," tambahnya. suh/E-12


http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/129051

Tidak ada komentar:

Posting Komentar