Kamis, 06 Februari 2014

Antar Mendag dan Mentan Saling Tuding Soal Impor Beras Vietnam

Rabu, 5 Februari 2014

JAKARTA, (PRLM).- Mantan Menko Perekonomian era pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Rizal Ramli meminta Menko Perekonomian Hatta Rajasa ikut bertanggjawab soal impor sekitar dua ribuan ton beras Vietnam, yang meresahkan petani belakangan ini.

Sebab, dalam kasus impor tersebut ketika melibatkan dua kementerian yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan sudah menjadi tanggung jawab dan wewenang Menko Perekonomian. Apalagi dalam impor beras 2 juta ton per tahun itu keuntungannya 30 persen atau setara dengan Rp 8,4 triliun.

“Jadi, kalau masalah impor dan ditangani oleh dua kementerian, maka Menko Perekonomian harus juga dimintai pertanggungjawabannya. Sebab, nilai impor beras itu sangat besar dan pasti merugikan petani sekaligus mengancam kedaulatan pangan bangsa ini,” tandas Rizal Ramli pada wartawan di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Sebelumnya menurut Mendag Gita Wirjawan bahwa impor beras Vietnam tersebut atas rekomendasi Mentan Suswono, dan Mendag akan mencabut izin impor tersebut jika menyalahi ketentuan yang sudah ditetapkan.

Namun, Suswono sendiri membantah jika dirinya tak pernah merekomendasikan untuk impor beras tersebut. Untuk itulah kata Rizal Ramli, Menko Perekonomian harus ikut bertanggung jawab.

Mengapa ada saja kecenederungan pejabat untuk impor beras tersebut, menurut Rizal, karena dalam impor untungnya besar dan transaksi bisa dilakukan di luar negeri. Padahal, Indonesia belum tentu membutuhkan beras impor di tengah kesediaan beras dalam negeri masih lebih dari cukup atau surplus.

“Impor itu harus dilakukan dalam keadaan darurat, seperti panas berkepanjangan. Jadi, kasus impor beras ini kejam sekali, selain dikorupsi, juga memiskinkan petani, dan sebaliknya malah mensubsidi petani Vietnam,” katanya kecewa.

Menurut Rizal, sesungguhnya kebutuhan beras di Indoensia bisa sangat mencukupi jika pemerintah ini benar-benar akan mewujudkan kedaulatan pangan melalui pertanian. Misalnya di Sulawesi Selatan, yang tanahnya sangat baik untuk pertanian padi dan sebagainya. Hanya saja diperlukan pembangunan irigasi yang memadai dengan membangunan waduk-waduk, dan itu bisa menambah kebutuhan pangan sampai 5 juta ton per tahun.

Dengan demikian untuk mewujudkan kedaulatan pangan itu tidak sesulit yang dibayangkan. “Hapus sistem kartel diganti dengan kuota, dan melakukan investasi besar-besaran terhadap pertanian dengan membangun irigasi, subsidi pupuk, sehingga rasio harga gabah dan pupuk, 2 : 1, agar petani beruntung dan sejahtera. Prinsipnya, pangan itu harus dikawal untuk menjaga kedaulatan pangan dalam negeri,” tambah Rizal Ramli. (A-109/A_88)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/268809

Tidak ada komentar:

Posting Komentar