Kamis, 13 Februari 2014

Heboh Beras Impor dari Vietnam

Kamis, 13 Februari 2014

Denpasar, Feb 13, 2014

Hebohnya impor beras dari Vietnam, memang membuat banyak pihak bertindak cepat, dan transparan. Karena, pihak pedagang langsung di lapangan yang memberikan keluhan, atau whistleblower untuk itu masalah ini disorot secara nasional.

Laporan dari Tempo.co, pihak departemen pertanian membela diri, dengan pernyataan seperti ini, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Yusni Emilia, menyatakan bahwa Kementerian Pertanian berperan kecil dalam kebijakan impor beras. “Kalau diprosentase hanya 30 persen,” kata Yusni, dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Sabtu, 1 Februari 2014.

Dan pihak Kementerian Perdagangan mengaku hanya memberikan izin impor untuk beras khusus. Alasannya Direktur Impor Kementerian Perdagangan Didi Sumedi mengatakan ada tata niaga yang mengatur impor beras khusus.

Sesuai dengan pernyataannya bahwa “Beras yang termasuk beras khusus seperti beras ketan, beras ketan pecah 100 persen, beras pecah 100 persen, beras kukus, beras thai hom mali, beras japonica, dan beras basmati,” kata Didi dalam keterangan tertulisnya, Senin, 3 Februari 2014.

Ketentuan impor komoditas beras diatur berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tanggal 11 April 2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras.

Lalu, Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri mengatakan pangkal masalah lolosnya impor beras ilegal dari Vietnam adalah masalah perizinan. Menurut dia, masalah disamakannya pos tarif (harmonized system/HS) beras medium dan beras khusus hanya persoalan teknis teknis.

“Bea Cukai hanya diujung. Intinya kalau beras enggak boleh dikasih impor, jangan diberi izin. Harus dilihat pangkalnya dari rekomendasi,” kata Chatib, Senin, 3 Februari 2014.

Chatib mengatakan, jika impor beras hanya akan diberikan kepada Bulog, maka hal itu harus dilakukan. Faktanya, beras yang diimpor Bulog saat ini jauh lebih sedikit dibandingkan impor oleh swasta. “Kalau ada kerugian dari importir nakal jangan dikasih. Kan seharusnya ada Track record,” katanya.

Titik persoalaannya adalah Beras menggunakan system pos tarif/HS (Harmonization System) yang dikelola oleh badan kerja sama yang biasa disebut Tim Kelompok Kerja Perberasan (Pokja Beras) di bawah koordinasi Kementerian Pertanian.

Tugasnya adalah alokasi nasional untuk kebutuhan impor komoditas beras konsumsi khusus.

Sesuai dengan keputusan Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Dewan Ketahanan Pangan Nomor 1542/Kpts/OT.140/4/2009.

Pokja beras ini berisi perwakilan dari instansi pemerintah seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan (Ditjen Bea dan Cukai), Kementerian Perindustrian, Kementerian Sosial, Badan Pusat Statistik, Perum BULOG, serta Asosiasi PERPADI (Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia) dan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA).

Jadi secara Model Struktur Managemen nya sangat bagus sekali dan sudah terlihat profesional.

Seperti dari hasil keputusan rapat Pokja dalam kebjaksanaan alokasi importasi beras 2013, seperti,
1. Beras hibah: tanpa pembatasan
2. Beras pecah 100 persen: 220 ribu ton
3. Beras ketan pecah 100 persen: 100 ribu ton
4. Benih padi: tanpa pembatasan
5. Beras basmati: 2 ribu ton
6. Beras ketan utuh: 120 ribu ton
7. Beras kukus (diabetes): 380 ton
8. Beras japonica: 15 ribu ton
9. Beras thai hom mali: 35 ribu ton.

Untuk beras khusus Kementerian Perdagangan menerbitkan SPI untuk beras khusus sejumlah 16.832 ton, yaitu beras jenis japonica sebesar 14.997 ton dan beras basmati sebesar 16.838 ton dengan Pos Tarif/HS 1006.30.99.00.

Nah SPI beras khusus ini sama dengan SPI beras impor dari Perum BULOG.

Oleh karena itu, pihak tetap membela diri, seperti yang dikatakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjamin beras impor asal Vietnam masuk Indonesia sesuai prosedur. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso mengatakan, ada 58 perusahaan yang mengimpor beras dengan total 16.900 ton melalui Tanjung Priok dan Belawan dengan kode HS 1006.30.99.00 dari Vietnam.

Beras impor dari Vietnam ini bukan dari Perum BULOG.

Dan ini dijelaskan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi mengatakan telah mengeluarkan izin impor sebanyak 16.900 ton beras asal Vietnam. Beras itu, kata dia, didatangkan untuk sejumlah keperluan. Beras yang diimpor adalah jenis beras khusus, yakni Basmati dan Japonica.

Menurut Bachrul, izin impor beras Basmati 1.910 ton diberikan kepada 50 perusahaan. Sedangkan izin impor beras Japonica sebanyak 14.990 ton kepada 114 importir. “Basmati asalnya dari India dan Japonica asli Jepang, tapi Vietnam bisa memproduksinya,” ujarnya kepada Tempo.

Fakta yang diberikan pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat terjadi impor beras sebanyak 83 kali dengan total 19.600 ton. Impor beras ini dilakukan oleh 58 importir terdaftar yang menerima Surat Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan.

Lalu apa salahnya mengimpor beras dari Vietnam?

Karena Beras Impor Vietnam ini dicurigai sebagai beras Medium, bukan Beras Khusus, seperti yang sudah diputuskan oleh pihak Pokja.

Lalu siapa impoter yang mengirimkan beras ini, dan berapa jumlahnya?

Menurut laporan Tempo.co, sebelumnya Pihak Bea-Cukai telah menahan 800 ton beras impor asal Vietnam di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Beras yang diangkut dalam 32 peti kemas itu didatangkan oleh tiga perusahaan, yakni CV PS sebanyak 200 ton, CV KFI 400 ton, dan PT TML 200 ton. Dalam dokumen impor disebutkan ketiga perusahaan mendatangkan beras Thai Hom Mali dengan kode pos tarif 1006.30.40.00. Namun, setelah diperiksa di jalur merah, diduga beras tersebut berjenis beras wangi.

Dan menurut laporan di pasar induk beras Cipinang, para pedagang beras lah yang Whistle blower dalam bahasa sopannya ‘Mengeluh’ akan kedatangan beras medium impor.

Salah satunya pedagang bernama Billy Haryanto, yang melaporkan secara langsung kepada Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, bahwa beras impor asal Vietnam tersebut masuk di Pelabuhan Tanjung Priok. Sambil menunjukkan sekantong beras impor yang dibawanya, dia mengatakan bahwa bahan pangan tersebut telah merusak harga pasar.

Dari kejadian ini, terlihat betapa rumitnya untuk mengawasi sistem distribusi beras, untungnya kebebasan banyak pihak untuk memberikan, melaporkan, opini, keluhan yang ada tanpa harus merasa akan adanya retaliasi.

Whistleblower perlu sekali di berikan insentif, membantu berjalannya check-and-recheck, apalagi birokrasi semakin transparan, dan mudah mendapatkan jalur distribusi, serta tanggung-jawab.

Salam Birokrasi

Jack Soetopo

http://birokrasi.kompasiana.com/2014/02/13/ternyata-mendag-hanya-profile-untuk-percitraan-saja-634780.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar