Senin, 17 Februari 2014

Benarkah Indonesia Butuh Impor Beras?

Senin, 17 Februari 2014

PERSOALAN teknis seputar impor beras dinilai hanya sebagian kecil dari masalah yang dihadapi dunia perdagangan Tanah Air. Ujung permasalahan yang sebenarnya adalah Indonesia telah terjebak dalam perangkap impor pangan.

Lalu apakah benar Indonesia membutuhkan impor beras?

”Nggak, produksi (beras) lokal cukup. Kalau pemerintah berani nggak usah impor. Untuk stok juga cukup,” tegas Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa.

Pengamat pertanian itu menyatakan sebagai gambaran saja, luas panen rata-rata 13 juta- 14 juta hektare. Kalau luas panen terpenuhi saja maka produksinya sudah mencapai 70 juta ton gabah kering giling. Hal itu sudah jauh mencukupi dari kebutuhan.

”Kalau kita memanfaatkan tingkat produktifitasnya. Pertanyaannya apakah petani terdorong untuk menanam itu sehingga luas panen kita meningkat. Dorongan yang paling besar adalah dari sisi harga. Itulah karut marut kita. Pemerintah seringkali tidak mau tahu, seringkali impor,” tandasnya.

Namun, ketika ditanya apakah mimpi Indonesia mengekspor beras bisa terwujud, Andreas langsung menjawab, itu omong kosong.

”Kecuali kalau pemerintah benar-benar luar biasa serius mewujudkan kedaulatan pangan,” tambahnya.

Sayangnya, dia menilai kedaulatan pangan hanya lip service. Sebab, selama ini kebijakan pemerintah justru lebih banyak membuka keran impor pangan.

Dia menyatakan impor pangan Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. ”Makin lama impor pangan kita semakin tinggi. Sebagai contoh dalam 3 tahun terakhir meningkat 60%. Bayangkan saja, ini negara agraris kok,” katanya Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia itu.

Soal apakah ada beras premium atau medium yang menyalahi prosedur impor, Andreas tak ambil pusing. Dia justru mencermati kesalahan pemerintah yang telah membuka keran impor untuk pangan.

”Impor beras tanpa izin pemerintah, nggak hanya beras. Impor pangan secara umum luar biasa, persoalannya seperti kedelai. Pemerintah mengizinkan 20 importir baru masuk, ini apa-apaan? Mendag mengeluarkan banyak aturan yang meliberalisasi sektor pangan kita. Kita sekarang masuk perangkap impor pangan, sekali masuk ke sana agak susah keluar lagi. Karena banyak kepentingan masuk, dan kepentingan uang yang sangat menentukan saat ini,” paparnya.

Dia menilai impor pangan itu belum tentu dilakukan saat kondisi stok defisit. Untuk cabai misalnya, ada impor, padahal produksi nasional mencukupi.

Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan ada permainan kuota impor akibat data yang masih tidak sinkron antarinstansi.

Dia menegaskan, harga pangan impor seperti beras atau kedelai yang lebih murah dari produksi lokal karena harga itu artisifial.

”Beras dari Vietnam atau Thailand atau kedelai dari Ameria bisa murah karena pemerintahnya memberikan subsisi yang sangat besar. Jadi komoditas itu dikeluarkan dari negara mereka saja sudah untung, karena jika tidak diekspor maka akan mengganggu harga di sana,” ungkapnya.

Produksi mereka yang murah kemudian berhadapan langsung dengan produksi petani Indonesia yang dinilai Andreas masih minim insentif. Akibatnya, harga pangan lokal pun kalah saing dengan produk impor.

Petani pun menjadi malas dan memilih beralih ke produk tanam yang menguntungkan.  Akibatnya, stok dalam negeri pun tidak memadai dan akhirnya pemerintah mengambil langkah impor. ”Itulah namanya perangkap impor pangan,” tandasnya.

Memang, pemerintah tidak mengimpor beras pada tahun lalu dan tahun ini. ”Pada 2013 dan sampai sekarang Bulog tidak impor beras,” kata Dirut Bulog Sutarto Ali Moeso.

Menurutnya, hal itu merupakan kesepakatan yang diambil pemerintah berdasarkan tiga indikator penting. ”Pertama, produksi, kalau produksi bagus tentunya suplai cukup dan pengaruhnya terhadap harga. Kedua, harga stabil yang akan mempengaruhi, ketiga, stok pemerintah yang dikuasai Bulog cukup. Karena tiga indikator tersebut tercapai pemerintah tidak menugaskan Bulog untuk impor,” jelasnya. Kementerian Pertanian mengungkapkan selama 2013 produksi beras secara nasional mengalami surplus sebanyak 5,4 juta ton. Di mana kebutuhan beras dalam negeri sebanyak 34,4 juta ton, sedangkan ketersediaan mencapai 39,8 juta ton. (Kartika Runiasari-71)

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/02/17/252770

Tidak ada komentar:

Posting Komentar