Senin, 03 Februari 2014

Desain Ulang Distribusi Pupuk Bersubsidi

3 Februari 2014

JAKARTA, KOMPAS — Distribusi pupuk bersubsidi selalu menuai masalah. Petani menjadi korban. Saatnya dilakukan penataan ulang (redesign) pola distribusi pupuk bersubsidi nasional dengan memberikan tanggung jawab lebih kepada pemerintah daerah.
Menurut Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada M Maksum, Minggu (2/2), saat dihubungi di Yogyakarta, kepemilikan dan pengelolaan lahan pertanian pangan sekarang semakin sempit. Tantangan distribusi pupuk bersubsidi juga semakin rumit.

Pada tataran mikro di level petani ada kecenderungan kebutuhan pupuk dilebih-lebihkan. Selama ini, perhitungan pupuk selalu dilakukan dalam luasan hektar. Padahal, kepemilikan dan pengelolaan lahan petani tak jarang hanya 2.000 meter persegi atau 3.000 meter persegi.

Kebutuhan pupuk urea, misalnya, per hektar 300 kilogram. Dengan pengelolaan lahan yang hanya satu perlima hektar, misalnya, perhitungan kebutuhan pupuk jadi tidak akurat atau cenderung dilebih-lebihkan.

Prinsipnya, petani daripada kurang lebih baik dibuat lebih. Celakanya, prinsip yang sama diadopsi oleh pemerintah daerah. ”Menjadi bencana politik kalau kebutuhan pupuk petani kurang pada saat kepala daerah mau maju untuk periode kedua karena itu kebutuhan pupuk di daerah juga dilebih-lebihkan,” ujarnya.

Pemda yang seharusnya bertanggung jawab dalam melakukan verifikasi data kebutuhan pupuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) tidak melakukannya dengan baik. Di sisi lain, kecenderungan alokasi anggaran pupuk bersubsidi juga lebih rendah daripada kebutuhan. Tantangannya adalah kapasitas setiap daerah berbeda.

Mengacu pada data PT Pupuk Indonesia selaku induk lima perusahaan pupuk BUMN, sekarang tanggung jawab distribusi pupuk bersubsidi produsen pupuk sampai ke petani. Tahun 2014 total anggaran subsidi pupuk Rp 18,04 triliun dengan alokasi volume 7,67 juta ton.

”Penyusunan RDKK bukan menjadi tanggung jawab produsen pupuk,” kata Subhan, General Manager Niaga PT Pupuk Indonesia.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, dulu kewenangan penentuan distributor pupuk ada pada produsen. Sekarang ada perubahan, calon distributor mesti mendapat rekomendasi dari bupati/wali kota. (MAS)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140203kompas/#/19/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar