Senin, 10 Februari 2014

BPK Ungkap Akar Pelanggaran

Senin, 10 Februari 2014

Permendag Memberi Peluang Terjadinya Konflik Kepentingan

JAKARTA, KOMPAS — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi  Poernomo  mengungkapkan, dua peraturan Menteri Perdagangan membuka peluang terjadinya penyimpangan impor beras. Hal itu memicu terjadinya konflik kepentingan dalam diri surveyor saat melakukan pemeriksaan beras.
Menurut Hadi Sabtu (8/2), di Jakarta, hasil penelusuran terhadap Pasal 11 Ayat (4) Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 12 Tahun 2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras juncto Permendag No 6/2012 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 12/2008 menyebutkan bahwa surveyor dalam menjalankan pemeriksaan inspeksi pra-pengapalan di pelabuhan muat dibiayai oleh importir. ”Karena dibiayai importir, maka terjadi konflik kepentingan,” katanya.

Seharusnya biaya surveyor dibebankan kepada pemerintah/negara sehingga surveyor bisa bekerja secara profesional tanpa ada konflik kepentingan dalam dirinya.

Menurut Hadi, sulit menghilangkan konflik kepentingan kalau segala kebutuhan surveyor menjadi tanggung jawab importir. Ketika ada penyimpangan, surveyor sulit berpegang pada profesionalisme sehingga mudah dipengaruhi.

Telusuri
BPK hingga saat ini terus melakukan pemeriksaan, untuk mengetahui penyimpangan importasi beras ada di mana. BPK tengah menelusuri dokumen rekomendasi dari Kementerian Pertanian, surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan, serta laporan surveyor. Ada kesesuaian atau tidak.

Terkait pemeriksaan sampel beras yang diduga masuk secara ilegal, mekanisme pengambilan sampel sebaiknya tidak mengambil beras di pasar.

Beras di pasar sudah dicampur atau dioplos oleh para pedagang sehingga sulit mendapat bukti yang masih asli.

Hadi juga mengatakan, terkait dengan kode sistem harmonisasi (harmonized system/HS) antara beras premium dan medium sudah ada perbedaan yang jelas seperti yang ada dalam permendag, khususnya di Lampiran 2.

Semuanya ada 10 HS. Perubahan HS hanya satu, tetapi totalnya tetap ada sepuluh, dan ada perbedaan yang jelas antara HS untuk impor beras premium dan medium.

”Tidak benar kalau dibilang HS impor beras premium dan medium hanya satu,” kata Hadi.

Terkait pemasukan beras ilegal karena menyalahgunakan dokumen impor, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, jika beras impor yang masuk tidak sesuai dengan SPI yang diterbitkan Kemendag, ini jelas pelanggaran dan patut diduga merupakan usaha penyelundupan.

Surveyor harus bertanggung jawab atas laporan surveinya. Importir yang terbukti dengan sengaja menyalahgunakan SPI akan dicabut izin impornya. Sementara tindakan penyelundupannya dapat dikenai sanksi pidana,” ujarnya. (MAS)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140210kompas/#/19/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar