Selasa, 15 April 2014

Pupuk Urea Langka

Selasa, 15 April  2014

SEMARANG - Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Ja­wa Tengah mengeluhkan kelangkaan pupuk, akhir-akhir ini.

Kelangkaan antara lain terjadi di Sra­gen, Demak, Kabupaten Semarang, dan se­ba­­­gian be­sar kecamatan di Kabupaten Grobogan.

Ketua KTNA Jawa Tengah Agus Eko Cah­yono mengatakan, pupuk urea yang biasa digunakan saat usia tanaman padi 1-7 hari dan 10-15 hari usai pe­na­na­man itu amat di­bu­tuh­­kan petani.

”Kalau sampai tak men­­dapat urea, tanam­an ra­wan ke­na ha­ma. Ke­lang­­ka­an pu­puk jus­tru ter­jadi saat pe­ta­ni se­dang sa­­ngat membutuhkan. Pemerintah ku­rang me­la­ku­kan antisipasi meng­­hadapi mu­sim ta­nam ulang akibat se­bagian pe­tani di Jawa Te­ngah gagal pa­nen ka­rena sa­wah te­rendam ban­­jir pa­da awal Januari lalu,” kata­nya, Se­nin (14/4).

Menurut Eko, kelangkaan pupuk itu bukan karena suplai yang kurang lancar, namun kebutuhan yang tingginya se­hingga menyebabkan produsen tak punya stok di gudang. Ia mencontohkan, saat ini pupuk urea seharusnya sudah tersedia di gudang, namun langsung ha­bis saat produsen mengirim barang. Kondisi itu akibat kebutuhan tinggi tapi pemerintah justru mengurangi kuota 18,6 persen dari kebutuhan di Jateng sebanyak 800 ribu ton.

”Ini masalah utama, sehingga petani kerepotan mendapatkan pupuk,” tandasnya.

Manajer Area Pemasaran Pusri Daerah Jawa Tengah Sutis­na membantah terjadi kelang­kaan urea. Menurut dia, selama ini pelayanan pembelian pupuk oleh petani didasarkan pada verifikasi dan validasi dari dinas pertanian.

”Jadi, petani yang tidak tercatat dalam RDDK (rencana definitif kebutuhan kelompok) sulit mendapatkan pupuk. RDKK berlaku ketika kuota Jawa Tengah dikurangi hingga 180 ribu ton pada 2014. Kelangkaan ini terjadi pada sejumlah petani ikan yang selama ini juga memerlukan urea untuk tambak. Seperti di Ka­bupten Pati ada laporan ke­lang­kaan, setelah saya cek ternyata me­reka peternak tambak,” katanya.

Menurut Sutisna, saat ini masih tersedia pupuk, namun distribusi baru dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari dinas pertanian yang bertugas mem­ve­ri­­fikasi dan membuktikan kebe­nar­an kebutuhan pupuk di lapangan. ”Distributor di daerah takut melayani secara bebas tanpa rekomendasi dari dinas, khawatir timbul penyelewengan,” katanya.

Alokasi Turun

Kepala Dinas Pertanian Ta­nam­an Pangan dan Hortikultura Jateng Suryo Banendro juga membantah kelangkaan pupuk di sejumlah kabupaten. Menurut dia, kondisi itu terjadi akibat berbagai faktor, salah satunya penurunan alokasi pupuk urea bersubsidi dari Kementerian Pertanian untuk Jateng. Pada 2013 alokasi 777.790 ton, tahun ini turun 113.390 ton atau 17,06 persen sehingga menjadi 664.400 ton.

Menurut dia, belum semua petani masuk RDKK sebagai persyaratan penyaluran urea ber­sub­sidi. Hal itu menyebabkan mereka tidak terlayani saat membeli pupuk. Karena itu, mereka kesu­lit­an karena tidak ada stok pu­puk urea nonsubsidi di pasaran.

Stok pupuk urea bersubsidi di PT Pusri dan PT Petrokimia terisi penuh dan siap didistri­busikan. Berdasarkan pendataan per 25 Maret, stok di distributor masih cukup untuk dua minggu berikutnya.

”Kenyataan di lapangan, reali­sasi pupuk urea bersubsidi sudah melebihi jumlah yang dikeluarkan pada Maret 2014. Bahkan, ada yang mencapai 110 persen dari alokasi kebutuhan. Karena itu, distribusi memang harus dikendalikan karena sebagian besar sudah melebihi stok,” tandasnya.

Suryo menjelaskan, penggunaan pupuk diperketat karena ditemukan pola tanam dari padi ke jagung yang membutuhkan urea tinggi. Ini menggeser penggunaan pupuk urea ke ZA. Imbasnya, kebutuhan pupuk ZA juga tinggi.

”Bukan hanya urea, pupuk ZA mungkin juga sulit dicari karena permintaan tinggi,” ungkapnya.

Menurut dia, kebutuhan urea bersubsidi di Jateng 777.790 ton. Jika Kementan mampu meme­nuhinya, maka diyakini tidak akan terjadi gejolak di tengah petani.

Pihaknya akan mengusulkan tambahan alokasi ke Kementan. Pemerintah daerah juga diminta mencermati RDKK supaya petani mendapat urea bersubsidi.

”Untuk mengantisipasi gejolak, KP3 (Komisi Pengawasan Pestisida dan Pupuk) perlu meningkatkan pengawasan di lapangan. Pengecer juga harus memperketat penyaluran,” im­buhnya. (H84,J17-59)

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2014/04/15/258845

Tidak ada komentar:

Posting Komentar