Selasa, 26 Mei 2015

Beras Imitasi

Senin, 25 Mei 2015

Negeri ini tampaknya akan semakin larut terjerat praktek manipulasi, dan sarat dipenuhi berbagai hal bersifat imitasi. Lihat saja ulah para pengelola negara yang masih dengan mudah memanipulasi kebenaran dengan melakukan praktek korupsi tanpa malu. Terjerumusnya sejumlah pejabat, politisi dan pengusaha ke dalam penjara karena kasus korupsi menjadi bukti mereka telah memanipulasi amanah jabatan yang diberikan pada mereka. Substansi kebenaran juga bisa menjadi imitasi bahkan palsu karena bisa ditafsirkan sesuka penafsirnya. Lihat saja carut-marut yang terjadi di ranah hukum, menjadi bukti gamblang betapa kebenaran bisa mudah dipalsukan.

Yang paling akhir, pemalsuan terjadi pada beras. Bayangkan, beras yang menjadi makanan hampir semua rakyat negeri ini dipalsukan dengan beras imitasi yang mengandung plastik. Meskipun pernah menjadi isu, namun fakta nyata baru terungkap di Bekasi ketika seorang penjual nasi uduk menemukan beras imitasi dalam beras yang dibelinya di pasar. Artinya, beras yang jelas-jelas sangat berbahaya bagi kesehatan itu sudah beredar luas di masyarakat. Itu juga berarti, masyarakat harus menanggung resiko mengkonsumsi beras ‘beracun’ yang bisa berdampak pada berbagai penyakit dan rasa sakit.

Upaya sejumlah pihak untuk melakukan inspeksi dan pengawasan di sejumlah pasar tentu perlu mendapat apresiasi. Langkah ini bisa mempersempit gerak para pedagang nakal yang bermain di balik bisnis kotor mereka. Namun langkah terpenting sebenarnya justru harus dilakukan pada pintu masuknya beras imitasi itu. Menurut informasi, beras palsu itu diproduksi di Tiongkok dan masuk secara gelap ke Indonesia. Akan sangat efektif mencegah peredaran beras palsu itu bila pintu masuknya ditutup rapat melalui pengawasan yang lebih ketat. Pihak berwajib yang bertugas melakukan pengawasan perlu lebih jeli dan tegas mencermati masuknya beras palsu impor itu.

Yang juga perlu dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan edukasi pada masyarakat luas untuk memilih beras yang baik dan sehat. Perlu dikenalkan metode praktis dan sederhana untuk mendeteksi beras yang benar-benar berkualitas. Langkah ini tidak saja melindungi masyarakat dari beras imitasi tetapi juga menghindarkan masyarakat dari beras yang proses pengolahannya tidak benar, misalnya menggunakan pemutih dan parfum pengharum. Langkah ini, selain mencerdaskan masyarakat sebagai konsumen beras juga akan mendorong produsen beras untuk benar-benar menjaga kualitas beras produksinya.

Namun di sisi lain, pemerintah juga harus konsisten dengan kesungguhan untuk menjamin beras yang dimakan masyarakat benar-benar sehat dan berkualitas. Tidak boleh terjadi lagi beras murah untuk rakyat miskin (raskin) justru beras kualitas terjelek bahkan tidak layak dimakan. Pemerintah harus menjamin, beras yang dimakan rakyat adalah beras yang memang layak dan pantas dimakan rakyat. Sebaliknya, rakyat juga harus berani protes dan menggugat bila menerima beras tidak layak makan, karena hal itu sesungguhnya juga menjadi hak rakyat. Jangan biarkan distribusi raskin menjadi praktek ‘pembuangan’ stok beras rusak dan kadaluarsa.

Kita semua berharap negeri ini bangkit dari keterpurukan dengan membuang jauh semua yang bersifat manipulasi dan imitasi. Bukan hanya manipulasi amanah di kalangan pejabat dan politisi, tetapi juga di kalangan pedagang dan pengusaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar