Sabtu, 23 Mei 2015

Petani Keluhkan Pupuk Bersubsidi Sulit Didapat

Sabtu. 23 Mei 2015

MALANG, KOMPAS — Petani di sebagian Kabupaten Malang, Jawa Timur, beberapa pekan ini sulit mencari pupuk urea bersubsidi. Mereka tidak tahu pasti penyebab kelangkaan ini.

Yanto, salah satu petani sayur di Desa Pandanajeng, Kecamatan Tumpang, Jumat (22/5), mengatakan, ia harus mencari cukup jauh untuk mendapatkan pupuk urea hingga ke ibu kota Kecamatan Tumpang. Namun, ia hanya mendapatkan pupuk yang dijual eceran, bukan kemasan zak seperti sebelum-sebelumnya.

"Saya membeli pupuk terakhir sekitar satu bulan lalu. Setelah itu belum membeli lagi karena sulit. Itu pun saya hanya mendapatkan eceran ukuran 10 kilogram sebanyak tiga kantong, jadi total hanya dapat 30 kilogram. Padahal saya butuh sekitar 50 kilogram," ujar Yanto.

Selain sulit diperoleh, menurut Yanto, harga pupuk juga mahal. Jika biasanya ia biasa mendapatkan pupuk sejenis dengan harga Rp 105.000 per zak ukuran 50 kilogram, saat terakhir membeli harganya naik menjadi Rp 120.000 per zak.

"Berapa pun harganya, petani tetap beli karena butuh," katanya. Ia menambahkan, pupuk di kelompok tani juga kosong.

Hal serupa dialami Santoso, salah satu petani sayur di Desa Wonorejo, Kecamatan Poncokusumo. Namun, menurut dia, banyak petani telah panen dan baru menyiapkan lahan. Santoso sendiri mendapatkan pupuk terakhir sekitar satu bulan lalu sebanyak satu zak jenis urea.

"Meskipun baru panen dan tengah menyiapkan lahan, saya gamang juga. Jangan-jangan setelah tanam nanti, pupuk sulit dicari," ujarnya.

Harianto, pemilik kios pupuk di Desa Banjarsari, Kecamatan Pakis, membenarkan bahwa lebih dari satu bulan terakhir pupuk bersubsidi kosong. Kekosongan terjadi pada semua jenis pupuk. Alasan dari distributor, barang kosong. Saat ini stok pupuk di Kios Harianto tinggal beberapa kuintal, itu pun pupuk nonsubsidi dan bukan urea.

"Stok pupuk bersubsidi habis dan yang masih ada pupuk nonsubsidi. Harga pupuk urea bersubsidi Rp 105.000 per zak, sedangkan urea nonsubsidi Rp 200.000 per zak," ucapnya.

Tunggu hujan

Dari Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dilaporkan, sebelum memulai aktivitas menanam palawija, sebagian petani pemilik sawah tadah hujan masih menunggu turunnya hujan.

"Jika di awal musim kemarau ini tidak turun hujan, areal sawah terpaksa kami biarkan menganggur," ujar Yanto, petani di Desa Caruban, Kecamatan Kandanggan, Kamis (21/5).

Yanto memiliki areal sawah seluas 2.000 meter persegi. Setelah memanen padi 10 hari lalu, saat ini dia sudah mulai mengolah tanah, mempersiapkan lahan untuk ditanami palawija.

Tahun lalu, karena kemarau panjang, sawah milik Udin akhirnya dibiarkan menganggur selama lebih dari empat bulan.

Sebaliknya, sebagian petani di Kabupaten Magelang mulai cemas tanaman padi mereka akan kekurangan air. Tentrem, petani di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, karena melihat intensitas hujan masih terbilang tinggi, dia kembali memulai menanam padi pada awal Mei lalu.

"Saat ini saya cemas tanaman padi akan kekurangan air. Agar pertumbuhan optimal, tanaman padi harus mendapat suplai banyak air hingga usia dua bulan," ujarnya. (WER/EGI)

http://print.kompas.com/baca/KOMPAS_ART0000000000000000014048201.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar