Senin, 25 Mei 2015

Beras Sintetis Tak Masuk Akal

Senin, 25 Mei 2015

Perum Bulog Terus Tingkatkan Serapan Gabah

SOLO, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menegaskan, peredaran beras yang mengandung bahan sintetis berbahaya di pasaran adalah tidak masuk akal. Pasalnya, harga bahan baku plastik yang tercampur di dalam beras itu lebih mahal daripada harga beras yang dikonsumsi masyarakat.

Pemerintah masih mendalami motivasi mereka yang mengedarkan beras bermasalah itu. Pemerintah juga sedang memastikan apakah peredaran beras itu hanya ada di satu lokasi atau di banyak tempat.

"Yang penting, akar masalahnya perlu dipastikan dulu, apakah benar ada peredaran beras di banyak tempat. Lalu motivasinya apa menjual beras itu, apakah mencari keuntungan? Menurut saya tidak untuk itu karena kalau begitu tidak logis. Bahan plastik itu lebih mahal daripada beras," kata Presiden Jokowi saat ditemui di acara hari tanpa kendaraan bermotor di Kota Solo, Jawa Tengah, Minggu (24/5).

Presiden berharap kasus beras ini tidak terlalu dibesar-besarkan sebelum ada hasil penelitian. Saat ini pemerintah sedang menguji sampel beras di laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB), Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan PT Sucofindo. "Jika sudah selesai diteliti sejumlah laboratorium, baru kami dapat bicara. Jangan semua orang ikut bicara dan malah membesarkan masalah," kata Jokowi.

Menurut Presiden, penggunaan bahan plastik sebagai campuran beras sulit diterima akal sehat. Saat ditanya, apakah ada kemungkinan beras itu dari luar negeri, Presiden mengatakan, "Saya belum tahu. Kasus ini perlu didalami terlebih dahulu."

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menduga ada motif politik dalam munculnya kasus ini. Pasalnya, Menteri Perdagangan dan Perusahaan Umum Bulog sudah menyatakan tak ada impor beras sejak Januari 2015. Artinya, beras sintetis yang ditengarai dari luar negeri itu ilegal. "Harus diusut tuntas dan pasti ketemu siapa otak pelaku ini semua," ujarnya.

Sejak awal, pemerintah pimpinan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menaruh perhatian serius pada persoalan beras. Pemerintah bertekad menciptakan swasembada beras dengan menggenjot produksi beras nasional. Karena itu, pemerintah menargetkan dapat menyerap beras petani 3 juta-4,5 juta ton hingga akhir tahun ini.

Kepala Perum Bulog Subdivisi Regional Cirebon Miftahul Ulum mengatakan, belum ada kasus beras sintetis di wilayah tugasnya. Dari 10 gudang penyimpanan di wilayahnya, semua beras aman dari bahan sintetis.

Di luar persoalan beras sintetis yang sedang ramai dibicarakan, Bulog terus berusaha meningkatkan serapan gabah petani. Tantangan Bulog saat ini adalah harus bersaing dengan harga pasar yang sudah telanjur tinggi.

Bulog Cirebon, sementara ini, berhasil menyerap beras sebanyak 52.000 ton dari target 95.000 ton dalam satu tahun. Penyerapan itu sementara aman untuk kebutuhan enam bulan ke depan. Adapun stok beras Bulog secara nasional saat ini sekitar 1,2 juta ton. (RWN/NDY)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150525kompas/#/15/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar