Kamis, 28 Mei 2015

Bulog Harus Direvitalisasi demi Angkat Kesejahteraan Petani

Kamis, 28 Mei 2015

JAKARTA – Pakar pertanian menilai gagasan Presiden Joko Widodo untuk memperbanyak pasar lelang produk pertanian pangan sebagai program yang tidak efektif meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Bahkan, program itu dianggap sia-sia karena minimnya kapasitas dan integritas birokrasi dalam menciptakan lelang yang adil, transparan, dan realistis.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta, M Maksum, menyatakan hal itu saat dihubungi, Rabu (27/5). Maksum menanggapi instruksi Presiden Jokowi kepada menteri bidang pangan untuk memperbanyak pasar lelang produk pertanian di sentra-sentra produksi daerah.

Kebijakan itu bertujuan menciptkan tata niaga perdagangan yang sehat dan memperjelas margin keuntungan yang akan diperoleh para petani. Pasar lelang itu nantinya digunakan untuk menjual bahan pokok hasil pertanian. Mengingat sampai saat ini yang meraih untung paling banyak dari sistem penjualan adalah pihak tengkulak.

Menurut Maksum, untuk mengendalikan harga pangan dan memastikan petani mendapat harga yang layak atas usahanya, tidak ada jalan kecuali mengembalikan fungsi Bulog seperti sebelum 1998. Bulog harus bisa menyerap produksi petani dengan harga yang layak. Tanpa itu, semua gagasan akan menjadi percuma.

“Apalagi sekarang HPP (harga pembelian pemerintah) beras justru tidak masuk akal buat petani, tapi malah mau bikin pasar. Kalau pemerintah kasih harga yang bagus, dan kecepatan Bulog menyerap produksi bagus, tentu sebagian besar masalah bisa selesai,” kata Maksum.

Bulog memang diharapkan mampu tampil sebagai penyangga stok pangan nasional. Lembaga itu mesti diberdayakan untuk bisa membeli produk pangan nasional terlebih dahulu pada harga berapapun, sebelum memutuskan untuk memberikan izin impor.

Apabila Bulog dirancang untuk bekerja seperti itu maka petani bakal terangsang untuk bercocok tanam karena hasilnya layak untuk menyambung hidup mereka. Selain itu, membeli seluruh produk petani nasional di harga yang lebih mahal dari harga impor sekalipun, akan menghasilkan efek berantai yang bermanfaat di dalam negeri, seperti konsumsi, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja. Sebaliknya, nafsu mengumbar impor justru menghasilkan efek berantai tersebut di negara eksportir.

Sebelumnya, saat memimpin rapat koordinasi nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), Presiden Jokowi menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk membangun pasar lelang produk pertanian. Melalui pasar ini, Presiden berharap para petani bisa menikmati hasil kerja kerasnya.

"Yang dilakukan akan membuat pasar lelang sehingga margin keuntungan yang ada itu bisa betul-betul dinikmati petani," kata Jokowi.

Selain sebagai komponen perbaikan tata niaga, pasar lelang ini merupakan bagian dari pengendali inflasi. Seperti diketahui, Presiden menargetkan inflasi plus minus 4 persen tahun ini. Dengan demikian, pasar lelang di daerah sebagai penghasil komoditas bahan pokok diyakini bisa mencapai target itu.

Kualitas Data

Akan tetapi, Maksum justru beranggapan bahwa gagasan pasar lelang dari pemerintah yang bertujuan untuk memastikan data penawaran dan permintaan, malah mengkonfirmasikan bahwa dugaan pakar pertanian maupun petani yang menilai kualitas data sebagai dasar pengambil keputusan impor ternyata lemah, benar adanya. Artinya, selama ini keputusan impor atau tidak impor hanyalah kepentingan para importir yang didukung oleh para pengambil keputusan di elit istana.

“BPS, Bulog, Kementan, Mendag, asosiasi petani, semua punya data sendiri, ini masalah berdekade-dekade yang tidak pernah coba diperbaiki,” ungkap dia.

Maksum memaparkan pasar lelang selama ini sudah rutin dilakukan oleh para peternak sapi di Jateng dan DIY dengan dikoordinasi oleh jaringan petani rakyat. Artinya, gagasan pasar lelang sesungguhnya adalah gagasan bagus agar para produsen pangan bisa mendapatkan harga terbaik dan para pedagang bahan pangan bisa mendapat barang terbaik.

Namun, pasar lelang yang diinisiasi pemerintah, menurut dia, sulit menjadi kenyataan karena mekanisme yang sama dalam lelang proyek APBN maupun APBD sampai saat ini belum mampu diperbaiki pemerintah. “Maka ini gagasan ngoyoworo dan pasti cuma buang-buang uang,” jelas Maksum. YK/SB/mza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar