Selasa, 19 Mei 2015

Implementasi Janji Kedaulatan Pangan Dinilai Sangat Minim

Selasa, 19 Mei 2015

Melambungnya Harga Pangan Berpotensi Menambah Kemiskinan

JAKARTA – Menteri terkait bidang pangan dianggap layak mendapat rapor merah karena tidak mampu mengimplementasikan janji Presiden Joko Widodo untuk membangun kedaulatan pangan Indonesia berbasiskan pertanian rakyat.

Para menteri itu juga gagal mengendalikan harga pangan sementara ekpektasi produsen pangan terhadap keseriusan pemerintah mendukung peningkatan produksi pangan terus menurun.

Pemerintah banyak mengumbar janji program swasembada pangan namun pelaksanaan program tersebut dinilai sangat minim. Di sisi lain, izin impor pangan secara masif dan tanpa kendali justru menjadi pilihan kebijakan untuk menjaga pasokan pangan nasional.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Acmad Maruf, mengatakan realisasi swasembada pangan yang sudah digariskan Presiden Jokowi, misalnya, tidak boleh melebihi tiga tahun untuk beras, tampaknya masih jauh dari harapan karena para pembantunya sangat lamban bahkan cenderung tidak cakap dalam memahami visi Jokowi.

Maruf mengungkapkan empat menteri terkait bidang pangan yang sangat buruk kinerjanya adalah menteri pertanian, menteri perdagangan, menteri PU, dan menteri BUMN yang gagal menerjemahkan visi Jokowi dalam kebijakan yang tepat. Menurut dia, evaluasi terhadap kinerja keempat menteri tersebut semestinya dilaksanakan mingguan karena krusialnya tanggung jawab yang mereka emban.

“Keempat menteri itu vital dalam menjaga stablititas harga pangan, tapi nyatanya tidak ada perbaikan di data pertanian, jalan keluar dari distribusi yang mahal, Bulog gagal menyerap produksi petani sesuai harapan, dan mendag justru terus menerus mengedepankan impor pangan,” ujar Maruf ketika dihubungi, Senin (18/5).

Sebelumnya dikabarkan, menteri terkait impor pangan diingatkan agar berhenti mengeluarkan slogan-slogan kosong demi pencitraan untuk menyelamatkan jabatan, dan menutupi ketidakmampuannya mengoptimalkan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahateraan petani. Para menteri itu semestinya mengambil tindakan tegas untuk menghentikan izin impor pangan yang lebih kental aroma permainan perburuan rente atau rent seeking, ketimbang motivasi membangun pertanian nasional.

"Menteri yang hanya pencitraan tidak akan menyelesaikan masalah. Begitu juga menteri yang memberikan rekomendasi dan izin impor tanpa kendali. Tindakan menteri seperti itu sangat menyakitkan rakyat," ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih.

Menurut dia, persoalan utama sektor pertanian Indonesia saat ini adalah petani nasional kalah bersaing dengan petani negara eksportir yang disubsidi oleh pemerintahnya. Padahal, tidak ada negara lain yang tidak melindungi petani mereka dengan berbagai cara, seperti melalui kuota impor yang ketat serta pajak impor yang tinggi, dan harga pangan dalam negeri yang ditinggikan.

Contohnya, harga beras di Jepang mencapai 6 kali lipat harga di Indonesia. Harga gula di Brasil, eksportir terbesar dunia, mencapai 14.000/kilogram (kg), di Amerika Serikat 24.000 rupiah/kg, dan di Thailand 13.000 rupiah/kg. (Koran Jakarta, 18/5)

Problem Krusial

Maruf juga memaparkan sektor pangan kini menjadi problem krusial bagi Jokowi karena pemerintah telah melepaskan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak inflatoar, padahal komponen pangan yang memakan 77 persen penyebab inflasi gagal diantisipasi menteri terkait. Selain itu, ada janji swasembada yang memerlukan langkah komprehensif dari hulu sampai hilir, dari kebijakan perdagangan hinggi pupuk dan bibit pertanian.

Melambungnya harga pangan, lanjut dia, bakal menjadi momok bagi pemerintahan Jokow karena berpotensi menambah angka kemiskinan yang kini mencapai 12 persen. Untuk itu, diperlukan koordinasi kinerja yang solid dari menteri terkait pangan karena mayoritas kemiskinan terjadi di desa dan desa adalah lumbung pertanian.

“Jadi sebenarnya kalau keempat menteri itu bisa satu visi dengan presiden, masalah swasembada tiga tahun bakal terkejar, inflasi juga bisa diatasi, dan kemiskinan dijaga agar tidak bertambah. Sayangnya kita sama sekali tidak melihat mereka memahami visi presiden,” tukas Maruf. YK/ers/WP


Tidak ada komentar:

Posting Komentar