Senin, 04 November 2013

Tanpa Dukungan Pemerintah, Petani RI Kalah Bersaing

4 November 2013

AS Proteksi Petani Gula dengan Jaminan Harga Beli 64 Persen di Atas Harga Dunia

JAKARTA – Tanpa keberpihakan pemerintah, mustahil sektor pertanian Indonesia mampu berdaulat di negeri sendiri karena kalah bersaing dengan petani dari negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), yang diproteksi ketat dan disubsidi sangat besar oleh pemerintahnya.

Berdasarkan kepentingan strategis dan kedaulatan Indonesia, pemerintah tidak perlu ragi-ragu memproteksi sektor pertanian dan industri manufaktur di sektor pertanian dalam satu sistem rantai agribisnis.

Wakil Dekan FEB-UGM, M Edhie Purnawan, menegaskan hal itu ketika dihubungi, Minggu (3/11). Menurut Edhie, persaingan dunia di sektor pertanian adalah persaingan terhadap kedaulatan perekonomian sebuah bangsa. Tidak bisa dimungkiri bahwa selama ini negara-negara di dunia sedemikian protektif terhadap sektor dan industri manufaktur di bidang pertanian. Bahkan negara-negara maju sekalipun sangat sensitif ketika memperjuangkan farmer dan rancher mereka. "Bagi Indonesia, perjuangan di sektor pertanian terihat kurang hebat. Perjuangan di sektor ini sangat mendesak karena sektor ini menguasai penghidupan banyak sekali rumah tangga Indonesia," jelas Edhie.

Di samping itu, lanjut dia, sektor pertanian menyerap tenaga kerja yang besar sekali. Sektor itu juga menyediakan makanan pokok bagi penduduk. Gejolak di sektor ini sangat berpengaruh pada stabilitas harga, dan perdagangan ekspor-impor komoditas di sektor ini berimbas luas pada banyak variabel makroekonomi, terutama cadangan devisa.

"Karena itu, sudah saatnya bagi Indonesia untuk bersatu padu, mendukung sektor pertanian dengan proteksi yang inovatif, negosiasi dalam percaturan pertanian dunia yang cemerlang, serta memacu produktivitas dengan berbagai cara," imbuh Edhie.

Pengamat pertanian, Khudori, menambahkan AS sebagai negara adidaya dalam produksi pangan, seperti jagung, kedelai, dan gandum, tetap mempertahankan proteksi terhadap industri gula tebu dari serbuan gula impor dari Brasil dan Thailand.

"Sedangkan Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih memfasilitasi impor gula rafinasi dan raw sugar sehingga menekan petani tebu lokal," jelas Khudori.

Dari data yang ada, jumlah impor gula Indonesia kini sekitar 3,2 juta ton per tahun, sedangkan produksi nasional hanya sekitar 2,6 juta ton per tahun, dan tahun ini diperkirakan akan turun menjadi 2,2 juta ton per tahun.

"Penurunan ini akibat cuaca dan terutama akibat kurangnya modal kerja untuk pengolahan lahan, pemupukan, dan untuk penanaman baru yang bukan ratoon. Bahkan, petani tebu di Pulau Jawa kualitas pemeliharaan tanaman tebu masih sangat rendah karena keterbatasan modal dan infrastruktur," papar dia.

Wajib Subsidi
Menurut Khudori, Pemerintah AS, melalui UU, mewajibkan subsidi dan proteksi bagi industri pangan mereka, termasuk industri gula. Subsidi langsung Pemerintah AS sekitar 300 juta dollar AS setahun.

Melalui UU yang berlaku sejak 1930, Pemerintah AS menetapkan harga gula minimal (support price) yang harus dibeli pemerintah dari petani. Akibatnya, tahun lalu, harga gula dapat dipertahankan sebesar 43,4 sen dollar AS per pon atau 96,7 sen dollar AS/kilogram (kg). Padahal, harga gula dunia hanya 26,5 sen dollar AS per pon atau 58,9 sen dollar AS per kg.

"Sehingga harga beli Pemerintah AS sekitar 64 persen lebih tinggi dari harga dunia," ungkap Khudori.
Ia menilai Pemerintah Indonesia, hingga saat ini, terlihat belum serius mewujudkan program kemandirian pangan. Belum terlihat kemauan nyata pemerintah untuk membantu pertanian Indonesia sehingga bisa keluar dari kebergantungan pada pangan impor yang membebani.

Menurut Khudori, pangan merupakan bagian dari national security yang sangat strategis sehingga sudah selayaknya pemerintah lebih serius mewujudkan kemandirian pangan, misalnya membantu meringankan kinerja petani.

"Lihat saja, Pemerintah AS memberikan subsidi kepada petaninya. Di Indonesia, petani Indonesia tidak harus dibantu dalam bentuk memberikan subsidi. Petani bisa dibantu dengan memberikan kemudahan memperoleh modal kerja atau perbaikan infrastruktur lahan pertanian," jelas dia. mza/WP

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/132701/hl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar